Proposal Penelitian Tesis
EVALUASI
IMPLEMENTASI MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH
DI SDN 1 TALAGA BOLAANG
MANGONDOW UTARA
Oleh:
LUTFI MADAMBA
I.
PENDAHULUAN
A. Konteks Penelitian
Salah satu aspek yang
berfungsi dan berperan dalam menyiapkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas adalah
pendidikan. Dengan kata lain, pendidikan memiliki peran strategis untuk
menciptakan SDM yang berkualitas. Namun demikian, pendidikan di Indonesia belum
sepenuhnya dapat memenuhi harapan masyarakat. Salah satu permasalahannya adalah
rendahnya kualitas proses dan hasil pendidikan pada setiap jenjang dan satuan
pendidikan yang ada. Berbagai upaya telah dilakukan
pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional. Salah satunya adalah
dengan penerapan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) yang dalam praktiknya lebih
dikenal sebagai Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS). Secara
umum, MPMBS
diartikan sebagai model manajemen yang memberi otonomi yang lebih besar kepada
sekolah dan mendorong pengambilan keputusan partisipatif yang melibatkan secara
langsung semua warga sekolah untuk meningkatkan mutu sekolah berdasarkan
kebijakan pendidikan nasional (Nurkolis, 2003:9).
Secara
konseptual MBS atau MPMBS dipahami sebagai salah satu alternatif pilihan formal
untuk mengelola struktur penyelenggaraan pendidikan yang terdesentralisasi
dengan menempatkan sekolah sebagai unit utama peningkatan. Konsep ini
menempatkan redistribusi kewenangan para pembuat kebijakan sebagai elemen
paling mendasar, untuk meningkatkan kualitas hasil pendidikan. Pada sisi ini
MBS merupakan cara untuk memotivasi kepala sekolah untuk lebih bertanggung
jawab terhadap kualitas peserta didik. Untuk itu sudah seharusnya kepala
sekolah mengembangkan program-program kependidikan secara menyeluruh untuk
melayani segala kebutuhan peserta didik di sekolah (A. Malik Fadjar,
2002:xv-xvi). Lebih lanjut dikemukakan, semua personel sekolah harus berperan
serta merumuskan program yang lebih operasional, karena merekalah pihak yang
paling mengetahui akan kebutuhan peserta didiknya.
Di Indonesia, pendekatan MBS di samping diposisikan
sebagai alternatif, juga sebagai kritik atas penyelenggaraan pendidikan yang
selama ini tersentralisasi. Pendidikan sentralistis tidak mendidik manejemen
sekolah untuk belajar mandiri, baik dalam hal manajemen kepemimpinan maupun
dalam pengembangan institusional, pengembangan kurikulum, penyediaan sumber
belajar, alokasi sumber daya dan terutama membangun partisipasi masyarakat
untuk memiliki sekolah. Peningkatan pengaruh sekolah, perlu dukungan para stakeholder
yang meliputi pemerintah daerah, komite sekolah (kepala sekolah, guru, orang
tua siswa, dan tokoh masyarakat), serta siswa. Pengambilan putusan bersama di
kalangan stakeholder pada level sekolah merupakan kunci utama dalam
melaksanakan MBS (A. Malik
Fadjar, 2002:xvi).
Kekuatan
manajemen pendidikan diarahkan untuk lebih memberdayakan sekolah sebagai unit
pelaksanaan terdepan dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah. Hal ini
dimaksudkan agar sekolah lebih mandiri dan bersikap kreatif, dapat
mengembangkan iklim kompetitif antarsekolah di wilayahnya, serta bertanggung
jawab terhadap stakeholders pendidikan, khususnya orang tua dan masyarakat
yang di era otonomi ini akan menjadi dewan sekolah. Dalam pelaksanaannya,
manajemen pendidikan harus lebih terbuka, accountable, mengoptimalkan
partisipasi orang tua dan masyarakat, serta dapat mengelola semua sumber daya
yang tersedia di sekolah dan lingkungannya untuk digunakan seluas-luasnya bagi
peningkatan prestasi siswa dan mutu pendidikan pada umumnya (Indra Djati Sidi, 2001: 19-20)
Pelaksanaan
MBS secara efektif dan efisien menuntut seorang kepala sekolah yang memiliki
pandangan luas tentang sekolah dan pendidikan. Wibawa kepala sekolah harus
ditumbuhkembangkan dengan meningkatkan sikap kepedulian, semangat belajar,
disiplin kerja, keteladanan dan hubungan manusiawi sebagai modal perwujudan
iklim kerja yang kondusif. Kepala sekolah dituntut untuk melakukan fungsinya
sebagai manajer sekolah dalam meningkatkan proses belajar mengajar, dengan
melakukan supervisi kelas, membina, dan memberikan saran-saran positif kepada
guru. Di samping itu, kepala sekolah juga harus melakukan tukar pikiran,
sumbang saran, dan studi banding antarsekolah untuk menyerap kiat-kiat
kepemimpinan dari kepala sekolah lain.
Pelaksanaan
MBS juga menuntut guru untuk berkreasi dalam meningkatkan manajemen kelas. Guru
adalah teladan dan panutan langsung peserta didik di kelas. Oleh karena itu,
guru perlu siap dengan segala kewajiban, baik manajemen maupun persiapan isi materi
pelajaran. Guru juga harus mengorganisasikan kelasnya dengan baik mulai jadwal
pelajaran, pembagian tugas peserta didik, kebersihan dan ketertiban kelas,
pengaturan tempat duduk peserta didik dan penempatan media pembelajaran pada
tempatnya.
Pada
sisi lain, pelaksanaan MBS yang ideal harus sesuai dengan karakteristik MBS dan
harus melalui tahap-tahap pelaksanaan MBS. Perencanaan dan persiapan yang baik
dalam pelaksanaan MBS akan membantu keberhasilan program tersebut. Hal itu akan
menghasilkan mutu pendidikan yang semakin baik, ada kepedulian warga sekolah
dan tanggung jawab sekolah pun akan semakin meningkat.
Dari beberapa hasil studi MBS Bank Dunia di
beberapa negara (dalam Nurkolis, 2003:251-256) diperoleh kesimpulan antara lain: (1) hasil studi
di India, Papua Nugini, dan Chicago menunjukkan bahwa MBS dengan partisipasi
masyarakatnya meningkatkan kehadiran siswa, dan (2) studi di Nikaragua menunjukkan bahwa telah
terjadi peningkatan motivasi guru karena keterlibatannya dalam pengambilan keputusan
di MBS. Selain itu, kehadiran guru dan siswa secara reguler meningkatkan
perubahan positif terhadap pengalaman belajar para siswa. Menurut Fullan dan
Watson seperti dikutip Nurkolis (2003:256), terdapat
bukti yang nyata bahwa keterlibatan orang tua dan masyarakat berpengaruh
terhadap pembelajaran siswa, namun pada sekolah-sekolah yang belum maju
pengaruhnya masih terbatas.
Sedangkan, hasil studi
di Indonesia yang dilaksanakan oleh Subakir dan Sapari (dalam Nurkolis,
2003:248-249) mengenai pelaksanaan MBS di Jawa Timur, ditemukan beberapa sumber
daya masyarakat maupun pendidik. Namun demikian, secara umum pelaksanaan uji
coba MBS di Jawa Timur berhasil dan sesuai dengan petunjuk yang telah
ditetapkan. Manajemen sekolah khususnya manajemen keuangan pada umumnya sudah
terbuka dan transparan walaupun partisipasi masyarakat masih beragam. Dalam
pembelajaran terjadi perubahan yang cukup mendasar pada teknik dan metode
pembelajaran.
Berangkat
dari hasil-hasil penelitian yang cukup beragam tersebut, menimbulkan rasa ingin
tahu peneliti tentang bagaimana pelaksanaan MBS di SDN 1 Talaga Kecamatan Bintauna Kabupaten Boloaang Mongondow Utara. Sebagaimana
telah diuraikan bahwa dari beberapa hasil studi mengenai MBS, terlihat
pelaksanaan MBS yang masih beragam dan dari hasil observasi sementara peneliti
di lapangan, hal tersebut dikarenakan permasalahan yang diidentifikasikan
sebagai berikut ada kecenderungan kurangnya pengetahuan kepala sekolah, guru, orang tua
murid, dan masyarakat tentang pelaksanaan MBS. Kurangnya pengetahuan tersebut mengakibatkan rendahnya partisipasi warga sekolah dan masyarakat dalam mendorong pelaksanaan MBS dalam praktek pengelolaan pendidikan di
sekolah.
Berdasarkan latar
belakang masalah yang berkaitan dengan berbagai persoalan yang melingkupi
implementasi MBS, maka deskripsi faktual tentang kinerja kolektif penerapan MBS
yang memberdayakan kepala sekolah, guru, siswa, pegawai TU, dan komite sekolah di
SDN 1 Talaga dalam konteks manajemen pendidikan merupakan fenomena yang sangat
urgen untuk diungkap melalui penelitian.
B. Fokus Penelitian
Penelitian ini difokuskan pada deskripsi pelaksanaan
manajemen berbasis sekolah di SDN 1 Talaga dengan subfokus, yaitu (1) karakteristik manajemen
berbasis sekolah, (2) tahap-tahap pelaksanaan manajemen berbasis sekolah, (3)
fungsi-fungsi yang didesentralisasikan ke sekolah, (4) peran kepala sekolah dalam
pelaksanaan manajemen
berbasis sekolah, dan (5) peran guru dalam pelaksanaan manajemen berbasis sekolah.
C. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan
fokus penelitian sebagaimana dikemukakan di atas, maka pertanyaan penelitiannya
ialah:
1. Bagaimanakah karakteristik manajemen
berbasis sekolah yang diterapkan di SDN 1 Talaga kecamatan Bintauna?
2. Bagaimanakah tahap-tahap pelaksanaan manajemen berbasis
sekolah yang diterapkan di SDN
1 Talaga kecamatan
Bintauna?
3. Fungsi-fungsi apa sajakah yang didesentralisasikan ke sekolah dalam
pelaksanaan manajemen berbasis
sekolah yang diterapkan di SDN
1 Talaga kecamatan
Bintauna?
4. Bagaimanakah peran kepala sekolah dalam
pelaksanaan manajemen
berbasis sekolah yang diterapkan di SDN
1 Talaga kecamatan
Bintauna?
5. Bagaimanakah peran guru dalam pelaksanaan manajemen berbasis sekolah yang diterapkan di SDN 1 Talaga kecamatan Bintauna?
D. Tujuan Penelitian
Tujuan
umum penelitian ini ialah mendeskripsikan dan menjelaskan pelaksanaan manajemen
berbasis sekolah di SDN 1 Talaga kecamatan Bintauna. Sedangkan, tujuan khusus penelitian ialah:
1. Mendeskripsikan
dan menjelaskan karakteristik
manajemen berbasis sekolah yang diterapkan di SDN 1 Talaga kecamatan Bintauna.
2. Mendeskripsikan
dan menjelaskan tahap-tahap pelaksanaan manajemen
berbasis sekolah yang diterapkan di SDN
1 Talaga kecamatan
Bintauna.
3. Mendeskripsikan
dan menjelaskan fungsi-fungsi
yang didesentralisasikan
ke sekolah dalam pelaksanaan
manajemen berbasis sekolah yang diterapkan di
SDN 1 Talaga kecamatan Bintauna.
4. Mendeskripsikan
dan menjelaskan peran
kepala sekolah dalam pelaksanaan manajemen berbasis sekolah yang diterapkan di
SDN 1 Talaga kecamatan Bintauna.
5. Mendeskripsikan
dan menjelaskan peran guru dalam pelaksanaan manajemen berbasis sekolah yang diterapkan di SDN
1 Talaga kecamatan
Bintauna?
E. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini dapat dilihat dari dua aspek,
yaitu teoretis dan praktis. Secara
teoretis, penelitian ini dapat memperkaya teori-teori manajemen pendidikan dalam
kaitannya dengan manajemen berbasis sekolah. Melalui penelitian yang dilakukan
ini dapat diungkapkan keragaman model implementasi manajemen berbasis sekolah
sesuai dengan kultur sosial dan kebutuhan sekolah yang dapat memperkaya
keragaman pengimplementasian manajemen berbasis sekolah. Dengan mengkaji pelaksanaan
manajemen berbasis sekolah, dapat dipahami secara utuh wujud pelaksanaan
manajemen berbasis sekolah khususnya di SDN 1 Talaga.
Secara
praktis, penelitian yang dilakukan ini dapat memberikan manfaat praktis bagi praktik
pengelolaan pendidikan di sekolah dengan pendekatan manajemen berbasis sekolah dilihat
dari segi (1) perencanaan pendidikan dan (2) proses pendidikan. Dari segi
perencanaan pendidikan, hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan masukan bagi
kepala sekolah dan guru dalam melakukan suatu perencanaan pendidikan yang tepat
dan efektif. Pengimplementasian manajemen berbasis sekolah yang tepat,
bergantung pada informasi yang reliabel. Informasi semacam ini salah satunya
dapat diperoleh dari hasil penelitian empirik di sekolah. Agar penerapan
manajemen berbasis sekolah berjalan dengan baik, diperlukan perencanaan yang
sesuai dan efektif. Dari segi proses pendidikan, hasil penelitian ini dapat mengungkapkan
jenis kelebihan dan kekurangan implementasi manajemen berbasis sekolah dan pada
gilirannya dapat digunakan
sebagai bahan rekomendasi menuju pada peningkatan kualitas proses pendidikan.
II. KAJIAN PUSTAKA
A.
Konsep
Manajemen Berbasis Sekolah
Manajemen Berbasis
Sekolah (MBS) adalah suatu perubahan formal struktur
penyelenggaraan pendidikan, sebagai suatu bentuk desentralisasi yang
mengidentifikasikan sekolah itu sendiri sebagai unit utama peningkatan serta
bertumpu pada redistribusi kewenangan pembuatan keputusan sebagai sarana
penting yang dengannya pendidikan dapat didorong dan ditopang (Malen, dalam Duhou,
2002:16).
Selanjutnya,
Candoli (1995:xi) mendefinisikan MBS sebagai suatu cara untuk memaksa sekolah
itu sendiri mengambil tanggung jawab atas apa saja yang terjadi pada anak
menurut jurisdiksinya dan mengikuti sekolahnya. Konsep ini menegaskan bahwa
ketika sekolah itu sendiri dibebani dengan pengembangan total program kependidikan
yang bertujuan melayani kebutuhan anak dalam mengikuti sekolah, personil
sekolah akan mengembangkan program yang lebih meyakinkan karena mereka
mengetahui kebutuhan belajar siswa.
Menurut Mulyasa (2002:11), manajemen berbasis sekolah merupakan suatu konsep yang
menawarkan otonomi pada sekolah untuk menentukan kebijakan sekolah dalam rangka
meningkatkan mutu, efisiensi dan pemerataan pendidikan agar dapat mengakomodasi keinginan masyarakat setempat serta menjalin
kerjasama yang erat antara sekolah, masyarakat, dan pemerintah. Dalam konsep Mulyasa tersebut,
terkandung informasi bahwa MBS penekanannya pada pemberian otonomi atau
kewenangan yang luas kepada sekolah dalam mengelola pendidikan.
Pendapat Mulyasa tersebut, sejalan dengan konsep MBS yang dikemukakan
dalam buku Manajemen Peningkatan Mutu
Berbasis Sekolah (2002:3). Dalam buku tersebut, dijelaskan bahwa Manajemen Peningkatan Mutu
Berbasis Sekolah (MPMBS) sebagai
bagian dari Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) yaitu model manajemen yang memberikan otonomi
lebih besar pada sekolah dan mendorong pengambilan keputusan partisipasif yang melibatkan secara langsung semua warga sekolah (guru,
kepala sekolah, karyawan, orang tua siswa
dan masyarakat) untuk meningkatkan mutu sekolah berdasarkan kebijakan nasional.
Definisi
di atas menegaskan bahwa konsep MBS mengacu pada manajemen sumber daya di
tingkat sekolah dan bukan di suatu sistem atau tingkat yang sentralistik.
Melalui MBS, sekolah diberi pengawasan lebih besar atas arah yang akan dicapai
oleh organisasi sekolah tersebut. Dalam komponen kurikulum, misalnya, sekolah
diberikan otonomi atas kurikulum yang dikembangkan. Di sini suatu kurikulum
berbasis sekolah berarti bahwa masing-masing sekolah memutuskan bahan-bahan
ajar apa akan digunakan, dan juga model pelaksanaan spesifik.
Dengan demikian, MBS merupakan
bentuk alternatif sekolah dalam program desentralisasi bidang pendidikan, yang
ditandai dengan otonomi luas di tingkat sekolah, partisipasi mayarakat yang
tinggi tanpa mengabaikan kebijakan pendidikan nasional. Otonomi diberikan agar
sekolah dapat leluasa mengelola sumberdaya sesuai dengan prioritas kebutuhan
agar sekolah lebih tanggap terhadap kebutuhan setempat. Dalam hal ini,
masyarakat juga dituntut lebih memahami pendidikan, membantu, serta mengontrol
pengelolaan pendidikan. Sedangkan, kebijakan nasional yang menjadi prioritas
pemerintah harus pula dilakukan oleh sekolah. Dengan demikian, dalam MBS,
sekolah dituntut memilki accountability,
baik di hadapan masyarakat maupun pemerintah. Manajemen berbasis sekolah
bertujuan meningkatkan efisiensi, mutu dan pemerataan pendidikan. Peningkatan
efisiensi diperoleh melalui keleluasaan mengelola sumberdaya, partisipasi
masyarakat dan penyederhanaan birokrasi.
MBS ditawarkan sebagai salah satu alternatif jawaban pemberian otonomi
daerah di bidang pendidikan mengingat prinsip dan kecenderungannya yang
mengembalikan pengelolaan manajemen sekolah pada pihak-pihak yang dianggap
paling mengetahui kebutuhan riel sekolah. Hal ini ditegaskan dalam UU No. 25 tahun 2000 tentang Program
Pembangunan Nasional (Propenas) 2000-2004 bahwa salah satu program pembinaan
pendidikan dasar dan menengah adalah mewujudkan manajemen pendidikan yang
berbasis sekolah sekolah/masyarakat dengan memperkenalkan Dewan Pendidikan di
tingkat Kabupaten/Kota serta pemberdayaan atau pembentukan Komite Sekolah di
tingkat sekolah.
Berdasarkan
konsep-konsep MBS sebagaimana dikemukakan di atas, dapat dikemukakan bahwa kebijakan
manajemen berbasis sekolah merupakan pelimpahan kewenangan dan tanggung jawab
yang meningkat ke sekolah yang dapat memudahkan dan mendorong peningkatan
efektivitas dan efisiensi pendidikan publik. Hal ini berarti bahwa tugas
manajemen sekolah ditentukan sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan sekolah
itu sendiri. Oleh karena itu, anggota pengelola sekolah (pengawas, kepala
sekolah, guru, orang tua, siswa dan seterusnya) memiliki otonomi dan tanggung
jawab lebih besar dalam mengelola kegiatan pendidikan di sekolah.
Agar
terjadi sinkronisasi tujuan pendidikan secara nasional, dalam penerapan MBS
ini, ada beberapa faktor yang harus diperhatikan. Mulyasa (2002:27)
mengungkapkan bahwa BPPN dan Bank Dunia telah mengkaji beberapa faktor yang perlu diperhatikan
berkaitan dengan manajemen
berbasis sekolah, yaitu:
1.
Kewajiban
Sekolah
Manajemen berbasis sekolah yang
menawarkan keleluasaan pengelolan sekolah memiliki potensi yang besar dalam
menciptakan kepala sekolah, guru, dan pengelola sistem pendidikan profesional. Oleh kerena itu, pelaksanaannya perlu disertai
seperangkat kewajiban, monitoring dan tuntutan
pertanggung-jawaban (akuntabel) yang
relatif tinggi, untuk menjamin bahwa
sekolah selain memiliki otonomi juga mempunyai kewajiban melaksanakan kebijakan pemerintah dan memenuhi harapan masyarakat sekolah.
2.
Kebijakan dan
Prioritas Pemerintah
Pemerintah sebagai penanggung jawab
pendidikan nasional berhak
merumuskan kebijakan-kebijakan yang menjadi prioritas nasional terutama
yang berkaitan dengan program peningkatan melek huruf dan angka (literacy and numeracy), efisiensi, mutu dan pemerataan pendidikan. Sekolah tidak diperbolehkan untuk berjalan sendiri dengan mengabaikan kebijakan dan standar yang ditetapkan oleh pemerintah.
merumuskan kebijakan-kebijakan yang menjadi prioritas nasional terutama
yang berkaitan dengan program peningkatan melek huruf dan angka (literacy and numeracy), efisiensi, mutu dan pemerataan pendidikan. Sekolah tidak diperbolehkan untuk berjalan sendiri dengan mengabaikan kebijakan dan standar yang ditetapkan oleh pemerintah.
3.
Peranan Orangtua dan
Masyarakat
Manajemen
berbasis sekolah menuntut dukungan tenaga kerja yang terampil dan berkualitas
untuk membangkitkan motivasi kerja yang lebih produktif dan memberdayakan
otoritas daerah setempat, serta mengefisiensikan sistem dan menghilangkan
birokrasi yang tumpang tindih. Untuk kepentingan tersebut diperlukan
partisipsai masyarakat dan hal ini merupakan salah satu aspek yang penting.
Melalui dewan sekolah (school council),
orang tua dan masyarakat dapat berpartisipasi dalam pembuatan berbagai keputusan.
4.
Peranan Profesionalisme
dan Manajerial
Manajemen
berbasis sekolah menuntut perubahan-perubahan tingkah laku kepala sekolah, guru
dan tenaga administrasi dalam mengoperasikan sekolah. Pelaksanaan manajemen
berbasis sekolah berpotensi meningkatkan gesekan peranan yang bersifat
profesional dan manajerial. Untuk memenuhi persyaratan manajemen berbasis
sekolah, kepala sekolah, guru dan tenaga administrasi harus memiliki
pengetahuan yang dalam tentang peserta didik dan prinsip-prinsip pendidikan
untuk menjamin bahwa segala keputusan penting yang dibuat sekolah didasarkan
atas pertimbangan pendidikan.
5.
Pengembangan Profesi
Agar
sekolah dapat mengambil manfaat yang ditawarkan manajemen berbasis sekolah,
perlu dikembangkan adanya pusat pengembangan profesi, yang berfungsi sebagai
penyedia jasa pelatihan bagi tenaga kependidikan untuk manajemen berbasis sekolah.
B.
Karakteristik Manajemen Berbasis
Sekolah
Manajemen berbasis
sekolah memiliki karakteristik yang perlu dipahami oleh sekolah yang akan
menerapkannya. Sekolah yang ingin berhasil dalam menerapkan manajemen berbasis
sekolah harus memiliki karakteristik. Dalam buku Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (2002:11) dikemukakan karakteristik
manajemen berbasis sekolah:
1.
Output yang Diharapkan
Output
adalah kinerja sekolah, yaitu prestasi sekolah yang dihasilkan dari proses
sekolah. Kinerja sekolah diukur dari kualitasnya, efektivitasnya,
prodiktivitasnya, efisiensinya, inovasinya, kualitas kehidupan kerja dan moral kerjanya.
2.
Proses
a.
Efektifitas Proses
Belajar Mengajar yang Tinggi
Sekolah
memiliki efektifitas proses belajar mengajar tinggi, hal ini ditunjukkan pada
prose belajar mengajar yang menekankan pada pemberdayaan peserta didik.
b. Kepemimpinan Kepala Sekolah yang Kuat
Kepala
sekolah memiliki peran yang kuat dalam mengkoordinasikan, menggerakkan dan
menyerasikan semua sumber daya pendidikan yang tersedia.
c.
Lingkungan Sekolah
yang Aman dan Tertib
Sekolah
memiliki lingkungan yang aman, tertib dan nyaman sehingga proses belajar
mengajar dapat berlangsung dengan efektif.
d.
Pengelolaan Tenaga
Kependidikan yang Efektif.
Guru merupakan jiwa dari sekolah. Pengelolaan tenaga
kependidikan mulai dari analisis kebutuhan, perencanaan, pengembangan, evaluasi
kerja, hingga dari imbalan jasa merupakan
peran penting bagi kepala sekolah, terlebih pada pengembangan tenaga
kependidikan.
e.
Sekolah Memiliki
Budaya Mutu
Budaya mutu tertanam di sanubari semua warga sekolah,
sehingga setiap perilaku selalu didasari
oleh profesionalisme.
f.
Sekolah Memiliki Tteam Work” yang
Kompak, Cerdas dan Dinamis
Kebersamaan merupakan karakteristik
yang dituntut karena output pendidikan merupakan hasil kolektif warga sekolah.
g.
Sekolah Memiliki
Kewenangan/Kemandirian
Sekolah
memiliki memiliki kewenangan untuk melakukan yang terbaik bagi sekolahnya,
sehingga dituntut untuk memiliki kemandirian dan kesanggupan kerja yang tidak
selalu menggantungkan pada atasan. Untuk menjadi mandiri, sekolah harus
memiliki sumber daya yang cukup untuk menjalankan tugasnya.
h.
Partisipasi Warga
Sekolah dan Masyarakat
Partisipasi warga sekolah dan masyarakat merupakan bagian
dari kehidupannya.
i.
Sekolah Memiliki Keterbukaan
(Transparansi) Manajemen
Keterbukaan
ini ditunjukkan dalam pengambilan keputusan, penggunaan uang dan sebagainya
yang selalu melibatkan pihakpihak terkait sebagai alat kontrol.
j.
Sekolah Memiliki
Kemampuan untuk Berubah
Sekolah
setiap melakukan perubahan diharapkan hasilnya lebih baik dari sebelumnya
terutama mutu peserta didik.
k.
Sekolah Melakukan
Evaluasi dan Perbaikan Secara Berkelanjutan
Fungsi
evaluasi menjadi sangat penting dalam rangka meningkatkan mutu peserta didik
dan mutu sekolah secara keseluruhan dan secara terus-menerus.
l.
Sekolah Responsif
dan Antisipasif Terhadap Kebutuhan
Sekolah selalu membaca lingkungan dan menanggapinya secara
cepat dan tepat.
m.
Sekolah Memiliki
Komunikasi yang Baik
Sekolah
yang efektif memiliki komunikasi yang baik antar warga sekolah dan antar
sekolah masyarakat.
n.
Sekolah Memiliki
Akuntabilitas
Akuntabilitas adalah bentuk
pertanggungjawaban yang harus dilakukan
sekolah terhadap keberhasilan program yang telah dilaksanakan.
o.
Sekolah Memiliki
Suistainabilitas
Sekolah yang efektif memiliki kemampuan untuk menjaga
kelangsungan hidupnya (suistainabilitas) tinggi karena di sekolah terjadi proses akumulasi peningkatan mutu sumber
dana, pemilikan aset sekolah yang
mampu menggerakkan income generating activities dan dukungan
yang tinggi dari masyarakat terhadap eksistensi
sekolah.
3. Input Pendidikan
a. Memiliki
Kebijakan Mutu
Sekolah menyatakan dengan jelas
tentang keseluruhan maksud dan tujuan sekolah yang berkaitan dengan mutu. Kebijakan mutu tersebut dinyatakan oleh pimpinan sekolah
yaitu kepala sekolah. Kebijakan mutu tersebut disosialisasikan kepada semua warga sekolah.
b. Sumber
Daya Tersedia Lengkap
Sumber daya yang memadai akan
menghasilkan pencapaian sasaran sekolah seperti yang diharapkan.
c. Staf yang
Kompeten dan Berdedikasi Tinggi
Sekolah yang efektif memiliki staf yang mampu dan
berdedikasi tinggi terhadap sekolah.
d. Memiliki Harapan
Prestasi yang Tinggi
Sekolah memiliki dorongan dan harapan
yang tinggi untuk meningkatkan
prestasi peserta didik dan sekolahnya.
e. Fokus pada
Pelanggan
Pelanggan dalam hal ini adalah siswa
harus menjadi fokus semua kegiatan sekolah.
4.
Input Manajemen
Kepala
sekolah dalam mengatur dan mengurus sekolahnya menggunakan sejumlah input
manajemen. Kelengkapan dan kejelasan input manajemen akan membantu kepala
sekolah untuk mengelola sekolahnya dengan efektif. Hal ini sejalan dengan konsep yang
dikemukakan dalam Buku Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis
Sekolah (2002:3) dimana disebutkan bahwa jika sekolah ingin sukses melaksanakan manajemen berbasis sekolah, maka sekolah perlu memiliki
karakteristik manajemen berbasis sekolah.
Kesimpulan yang diperoleh dari
uraian di atas adalah pendekatan yang digunakan dimulai dari output dan diakhiri dengan input mengingat output
memiliki tingkat kepentingan tertinggi, sedangkan proses memiliki tingkat kepentingan satu tingkat lebih rendah dari output,
dan input memiliki tingkat kepentingan
dua tingkat lebih rendah dari output. Karakteritik manajemen berbasis sekolah bisa diketahui antara lain dari
bagaimana sekolah dapat mengoptimalkan kinerja organisasi
sekolah, proses kegiatan belajar mengajar, pengelolaan sumber daya manusia dan administrasinya.
C. Tahap-tahap
Pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah
Dalam buku Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (2002:29) tahap-tahap
yang harus dilakukan dalam pelaksanaan manajemen berbasis sekolah adalah
sebagai berikut:
1.
Melakukan Sosialisasi
Sekolah
merupakan sistem yang terdiri dari unsur-unsur, semua unsur sekolah harus
memahami konsep manajemen berbasis sekolah. Langkah pertama yang harus
dilakukan oleh sekolah adalah mensosialisasikan konsep tersebut kepada setiap
unsur sekolah mulai guru, siswa, wakil kepala sekolah, guru BK, karyawan,
orangtua siswa, pengawas, pejabat dinas pendidikan kabupaten atau propinsi dan
sebagainya. Bentuk sosialisasi melalui berbagai mekanisme, misalnya seminar,
diskusi dan sebagainya.
2.
Mengidentifikasi
Tantangan Nyata Sekolah
Sekolah melakukan analisi output sekolah yang
hasilnya berupa identifikasi tantangan nyata
yang dihadapi oleh sekolah.
3.
Merumuskan Visi,
Misi, Tujuan dan Sasaran Sekolah (Tujuan Situasional Sekolah)
Sekolah
yang melaksanakan manajemen berbasis sekolah harus memiliki rencana
pengembangan sekolah yang pada ummnya berupa perumusan visi, misi,tujuan dan
strategi pelaksanaannya.
4.
Mengidentifikasi
Fungsi-fungsi yang Diperlukan untuk Mencapai Sasaran
Fungsi-fungsi
ini antara lain fungsi proses belajar mengajar beserta fungsifungsi
pendukungnya yaitu fungsi pengembangan kurikulum, fungsi ketenagaan, fungsi
keuangan, fungsi layanan kesiswaan, fungsi pengembangan fasilitas, fungsi
perencanan dan evaluasi, dan fungsi hubungan sekolah dan masyarakat.
5.
Melakukan Analisis
SWOT (Strength, Weakness, Opportunity,
and Threat)
Artinya
tingkat kesiapan harus memadai, minimal memenuhi ukuran kesiapan yang
diperlukan untuk memenuhi ukuran kesiapan yang dinyatakan sebagai kekuatan (strength), peluang (opportunity),
kelemahan (weakness)
dan ancaman (threat).
6.
Alternatif Langkah
Pemecahan Persoalan.
Memilih langkah pemecahan persoalan yakni tindakan yang
diperlukan untuk mengubah fungsi yang tidak
siap menjadi fungsi yang siap.
7.
Menyusun Rencana dan Program Peningkatan Mutu.
Sekolah bersama-sama dengan semua unsurnya membuat
perencanaan beserta program untuk
merealisasikan rencana tersebut.
8.
Melaksanakan Rencana
Peningkatan Mutu.
Sekolah bersama warga sekolah
hendaknya mengambil langkah proaktif untuk mewujudkan sasaran-sasaran yang
telah ditetapkan.
9.
Melakukan Evaluasi
Pelaksanaan.
Sekolah perlu mengadakan evaluasi
pelaksanaan untuk mengetahui tingkat keberhasilan program.
10. Merumuskan Sasaran Mutu.
Hasil evaluasi berguna untuk
dijadikan sebagai alat bagi perbaikan kinerja program yang akan datang. Hasil evaluasi juga
merupakan masukan bagi sekolah
dan orang tua peserta didik berguna untuk merumuskan sasaran mutu baru untuk tahun yang akan
datang.
Kesimpulan yang dperoleh dari uraian diatas adalah
pelaksanaan manajemen
berbasis sekolah harus melalui tahap-tahap yang urut dan berkesinambungan. Keberhasilan
melalui tahap-tahap ini akan membantu pencapaian keberhasilan program.
C. Fungsi-fungsi
yang Didesentralisasikan ke Sekolah dalam Pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah
Dalam buku Manajemen
Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (2002: 22) diungkapkan bahwa fungsi-fungsi yang dapat
digarap oleh sekolah dalam
pelaksanan manajemen berbasis sekolah meliputi:
1.
Pengelolaan Proses
Belajar Mengajar
Sekolah diberi kewenangan untuk
memilih strategi, metode dan teknik-teknik pembelajaran dan pengajaran yang efektif, sesuai dengan karakteristik siswa, guru dan kondisi
nyata sumber daya di sekolah.
2.
Perencanaan
dan Evaluasi
Sekolah diberi wewenang melakukan
perencanaan sesuai dengan kebutuhannya dan juga evaluasi internal tentang evaluasi program yang telah dilaksanakan.
3.
Pengelolaan
Kurikulum
Sekolahn dapat mengembangkan
kurikulum dalam bentuk memperdalam,
memperkaya dan memodifikasi, tetapi tidak boleh mengurangi isi kurikulum yang berlaku secara
nasional.
4.
Pengelolaan
Ketenagaan
Pengelolaan ketenagaan ini mulai dari
perencanaan, rekruitmen hubungan
kerja sampai evaluasi kerja kecuali yang menyangkut pengupahan dan rekruitmen guru
pegawai negeri.
5.
Pengelolaan
Fasilitas
Sekolah yang paling mengetahui
kebutuhan fasilitas, baik kecukupan, dan kesesuaian sehingga pengelolaan sekolah dilakukan oleh
sekolah sendiri.
6.
Pengelolaan
Keuangan
Pengelolaan keuangan dilakukan oleh
sekolah, hal ini didasari kenyataan bahwa sekolah harus diberi kebebasan pengalokasian uang.
7.
Pelayanan
Siswa
Pelayanan
itu mulai dari penerimaan siswa baru, pembinaan, penempatan untuk melanjutkan sekolah sampai
pengurusan alumni.
8.
Hubungan
Sekolah dan Masyarakat
Bentuknya merupakan peningkatan keterlibatan,
kepedulian dan dukungan
dari masyarakat terutama dukungan moral dan finansial.
9.
Pengelolaan Iklim
Sekolah
Lingkungan sekolah yang kondusif akan
memberikan kenyamanan belajar siswa dan sekolah yang mengetahui kondisi tersebut.
Kesimpulan yang dapat
diambil dari uraian diatas dapat adalah fungsifungsi tersebut dapat diterapkan di sekolah karena sekolah yang
lebih mengetahui kondisinya sendiri.
E. Tugas Kepala Sekolah dalam
Pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah
Manajemen berbasis sekolah yang menawarkan keleluasaan
pengelolaan sekolah memiliki potensi yang besar dalam menciptakan kepala sekolah, guru dan pengelola pendidikan yang profesional. Pelaksanaannya juga memerlukan seperangkat kewajiban, disertai dengan monitoring dan tuntutan pertanggung jawaban yang relatif tinggi, untuk menjamin bahwa sekolah selain memiliki otonomi juga memiliki kewajiban melaksanakan kebijakan pemerintah dan memenuhi harapan masyarakat sekolah. Sekolah juga dituntut mampu menampilkan pengelolaan sumber daya secara transparan, demokratis, tanpa monopoli, dan bertanggung jawab baik terhadap masyarakat maupun pemerintah dalam rangka meningkatkan kapasitas pelayanan terhadap peserta didik.
pengelolaan sekolah memiliki potensi yang besar dalam menciptakan kepala sekolah, guru dan pengelola pendidikan yang profesional. Pelaksanaannya juga memerlukan seperangkat kewajiban, disertai dengan monitoring dan tuntutan pertanggung jawaban yang relatif tinggi, untuk menjamin bahwa sekolah selain memiliki otonomi juga memiliki kewajiban melaksanakan kebijakan pemerintah dan memenuhi harapan masyarakat sekolah. Sekolah juga dituntut mampu menampilkan pengelolaan sumber daya secara transparan, demokratis, tanpa monopoli, dan bertanggung jawab baik terhadap masyarakat maupun pemerintah dalam rangka meningkatkan kapasitas pelayanan terhadap peserta didik.
Kepala
sekolah merupakan motor penggerak, penentu arah kebijakan sekolah yang akan menentukan bagaimana
tujuan-tujuan sekolah dan pendidikan direalisasikan. Kepala sekolah juga dituntut untuk senantiasa meningkatkan efektivitas kinerja.
Kinerja kepemimpinan kepala sekolah dalam kaitannya dengan manajemen berbasis sekolah adalah
segala upaya yang
dilakukan dan hasil yang dicapai oleh kepala sekolah dalam melaksanakan manajemen berbasis
sekolah di sekolahnya tersebut. Menurut Mulyasa (2002: 126) kepemimpinan kepala sekolah yang
efektif dalam manajemen
berbasis sekolah dapat dilihat berdasarkan kriteria berikut:
1.
Mampu
memberdayakan guru-guru untuk melaksanakan proses pembelajaran dengan baik, lancar dan
produktif.
2.
Dapat menyelesaikan tugas dan pekerjaan sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan.
3.
Mampu menjalin hubungan yang harmonis dengan masyarakat sehingga dapat
melibatkan mereka secara aktif dalam rangka mewujudkan tujuan sekolah dan pendidikan.
4.
Berhasil
menerapkan prinsip-prinsip kepemimpinan yang sesuai dengan tingkat kedewasaan guru dan pegawai
lain di sekolah.
5.
Mampu bekerja dengan
tim manajemen.
6.
Berhasil mewujudkan tujuan sekolah secara produktif sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
Menurut Kimball Wiles yang dikutip Soewadji (1987:69-81) menyebutkan ada 5 keterampilan yang harus dimiliki kepala
sekolah, yaitu:
1. Keterampilan dalam kepemimpinan
2.
Keterampilan
dalam hubungan manusiawi
3.
Keterampilan dalam
proses kelompok
4.
Keterampilan
dalam administrasi personalia.
5.
Keterampilan dalam
menilai staf.
Kesimpulan yang
diperoleh dari uraian diatas adalah kepala sekolah merupakan pemimpin
pendidikan yang mempunyai tugas besar dalam mengembangkan mutu pendidikan di
sekolah. Berkembangnya semangat kerja, kerjasama yang harmonis, minat terhadap
perkembangan pendidikan, suasana kerja yang menyenangkan dan perkembangan mutu yang
profesional diantara para guru banyak ditentukan oleh kualitas kepemimpinan
kepala sekolah. Sebagai pemimpin pendidikan, kepala sekolah juga harus mampu
menolong stafnya untuk memahami tujuan bersama yang akan dicapai. Ia harus
memberi kesempatan kepada staf untuk saling bertukar pendapat dan gagasan
sebelum menetapkan tujuan. Kepala sekolah juga menjadi pemimpin yang bertugas
dan bertanggung jawab dalam proses pembelajaran di sekolah. Ia menjalankan
fungsi sebagai administrator, yaitu mengusahakan dan mengembangkan pelbagai
fasilitas sehingga situasi belajar mengajar yang baik dapat berlangsung. Kepala
sekolah juga dituntut persiapan dan pengalaman pendidikan yang cukup, selain kemampuannya untuk
memimpin.
F.
Peran Guru dalam Pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah
Manajemen berbasis sekolah memberi peluang bagi kepala
sekolah, guru, dan peserta didik untuk
melakukan inovasi dan improvisasi di sekolah, berkaitan
dengan masalah kurikulum, pembelajaran, manajerial dan lain sebagainya yang tumbuh dari aktivitas,
kreativias, dan profesionalisme yang dimiliki.
Pemberian kebebasan yang lebih luas juga memberikan kemungkinan kepada guru untuk dapat menemukan jati
dirinya dalam membina peserta didik
di lingkungan sekolah.
Proses belajar mengajar merupakan inti dari proses
pendidikan secara keseluruhan dengan
guru sebagai pemegang peranan utama. Proses belajar mengajar juga merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan
timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai
tujuan tertentu.
Menurut
Wrightman yang dikutip Uzer Usman (1992:1), peran
guru adalah serangkaian tingkah laku yang saling berkaitan
yang dilakukan dalam suatu situasi tertentu serta berhubungan dengan kemajuan perubahan
tingkah laku dan perkembangan siswa yang menjadi tujuannya.
Menurut
Watten yang dikutip Sahertian (1994:14) mengungkapkan bahwa peranan guru antara lain:
1.
Sebagai tokoh terhormat dalam masyarakat sebab ia nampak sebagai seorang yang berwibawa.
2.
Sebagai penilai ia memberi penilaian.
3.
Sebagai seorang sumber yang berperan memberi ilmu pengetahuan.
4.
Sebagai obyek
identifikasi.
5.
Sebagai penyangga dari rasa takut dan orang yang menolong memahami diri.
6.
Sebagai pemimpin
kelompok.
7.
Sebagai orang tua
atau wali.
8.
Sebagai
orang yang membina dan memberi layanan.
9.
Sebagai kawan sekerja dan pembawa rasa kasih sayang.
Menurut
Uzer Usman (1992:7) peranan guru yang paling dominan adalah sebagai berikut:
1.
Guru sebagai
Demonstrator
Guru hendaknya senantiasa menguasai
bahan atau materi pelajaran yang akan diajarkannya dan senantiasa mengembangkannya dalam
arti meningkatkan kemampuannya dalam hal
ilmu yang dimilikinya karena hal ini akan dapat menentukan hasil belajar yang
dicapai siswa.
2.
Guru sebagai
Pengelola Kelas
Guru hendaknya mampu mengelola kelas,
karena kelas merupakan lingkungan belajar dan suatu aspek dari lingkungan sekolah yang perlu diorganisasi. Pengawasan terhadap
lingkungan menentukan sejauh mana lingkungan tersebut menjadi lingkungan
belajar yang kondusif.
3.
Guru sebagai Mediator dan Fasilitator
Sebagai mediator guru hendaknya
memiliki pengetahuan dan pemahaman yang cukup tentang media pendidikan karena media merupakan
alat komunikasi guru yang berguna untuk
lebih mengefektifkan proses belajar mengajar.
4.
Guru sebagai
Evaluator
Penilaian
perlu dilakukan karena dengan penilaian guru dapat mengetahui keberhasilan
pencapaian tujuan, penguasaan siswa terhadap materi pelajaran, serta ketepatan atau keefektifan metode
mengajar.
Kesimpulan yang diperoleh dari uraian diatas adalah guru
memiliki peran yang sangat penting dalam
menentukan kuantitas dan kualitas pengajaran
yang dilaksanakannya. Oleh sebab itu, guru harus memikirkan dan membuat perencanaan secara seksama dalam meningkatkan
kesempatan belajar bagi siswanya dan
memperbaiki kualitas mengajarnya.
D.
Kajian Hasil
Penelitian yang Relevan
Penelittian tentang
penerapan MBS antara lain dilakukan oleh Bank Dunia di beberapa negara (dalam Nurkolis, 2003:251-256). Dalam penelitian Bank Dunia itu,
diperoleh
kesimpulan antara lain (1) hasil studi di India, Papua Nugini, dan
Chicago menunjukkan bahwa MBS dengan partisipasi masyarakatnya meningkatkan
kehadiran siswa, dan (2) studi di Nikaragua menunjukkan bahwa telah
terjadi peningkatan motivasi guru karena keterlibatannya dalam pengambilan
keputusan di MBS. Selain itu, kehadiran guru dan siswa secara reguler
meningkatkan perubahan positif terhadap pengalaman belajar para siswa. Menurut
Fullan dan Watson seperti dikutip Nurkolis (2003:256), terdapat
bukti yang nyata bahwa keterlibatan orang tua dan masyarakat berpengaruh
terhadap pembelajaran siswa, namun pada sekolah-sekolah yang belum maju
pengaruhnya masih terbatas.
Penelitian lainnya ialah yang dilakukan oleh Subakir dan Sapari (dalam Nurkolis,
2003:248-249) mengenai pelaksanaan MBS di Jawa Timur. Temuan penelitian ini ialah secara umum pelaksanaan uji coba MBS di Jawa Timur berhasil dan sesuai
dengan petunjuk yang telah ditetapkan. Manajemen sekolah khususnya manajemen
keuangan pada umumnya sudah terbuka dan transparan walaupun partisipasi
masyarakat masih beragam. Dalam pembelajaran terjadi perubahan yang cukup
mendasar pada teknik dan metode pembelajaran.
III.
METODOLOGI
PENELITIAN
A.
Latar
Penelitian
Setting
dan lokasi penelitian ini berada di SDN 1 talaga kecamatan bintauna dan
direncanakan dilaksanakan selama tiga bulan.
Alasannya, karena SDN 1 talaga kecamatan bintauna merupakan salah satu dari enam
belas sekolah dasar uji coba dan rintisan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) atau
RBSI di kecamatan Bintauna dan dipersiapkan menjadi sekolah Dasar unggulan.
Lokasi ini
penulis pilih sebagai obyek penelitian, karena penulis merasa tertarik dengan masalah
penerapan MBS (Manajemen Berbasis sekolah)di Sekolah Dasar Negeri seKecamatan
Bintauna sehingga mendorong
penulis ingin mengetahui/melihat bagaimana Imlementasi MBS
(Manajemen Berbasis sekolah) untuk masa depan Pendidikan yang Lebih efektif., sehingga paling tidak ini merupakan penambahan
cakrawala pengetahuan kita dalam dunia Pendidikan.
B.
Pendekatan
dan Jenis Penelitian
Pendekatan penelitian yang digunakan
dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Bogdan dan Biklen (1998) mengungkapkan metodologi kualitatif
sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskritif berupa kata-kata
tertulis atau lisan dari orangorang dan perilaku yang dapat diamati. Sedangkan, Suharsimi Arikunto (1998:245–247)
membedakan penelitian
kualitatif berdasarkan sifat dan analisis datanya menjadi dua jenis, yaitu (1) riset deskriptif yang
bersifat eksploratif bertujuan untuk menggambarkan keadaan atas suatu fenomena,
dan (2) riset deskriptif yang bersifat developmental digunakan untuk menemukan suatu mode atau prototipe.
Berdasarkan
uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa pendekatan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah pendekatan deskriptif kualitatif yang bersifat
eksploratif. Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan data yang dekriptif
yang menggambarkan keadaan pelaksanaan manajemen berbasis sekolah di sekolah. SDN 1 talaga kecamatan bintauna.
C.
Jenis
dan Sumber Data
Data penelitian terdiri atas tiga jenis, yaitu
(a) data transkripsi wawancara, (b) data catatan lapangan, dan (c) data dokumen.
Data transkripsi wawancara bersumber dari hasil wawancara dengan
informan/subjek penelitian (kepala sekolah dan guru) berkaitan dengan pelaksanaan
manajemen berbasis sekolah yang meliputi (1) karakteristik manajemen berbasis
sekolah, (2) tahap-tahap pelaksanaan manajemen berbasis sekolah, (3) fungsi-fungsi yang
didesentralisasikan ke sekolah, (4) tugas kepala sekolah, dan (5) peran guru
dalam pelaksanaan manajemen berbasis sekolah. Data catatan lapangan bersumber dari hasil pengamatan/observasi
di lapangan yang menyangkut deskrispi keadaan, ruang peralatan, para pelaku dan juga aktivitas sosial yang sedang berlangsung dan yang berhubungan dalam pelaksanaan
manajemen berbasis sekolah, yaitu (1) karakteristik
manajemen berbasis sekolah, (2) tahap-tahap
pelaksanaan manajemen berbasis sekolah, (3) fungsi-fungsi yang didesentralisasikan ke sekolah, (4) peran kepala
sekolah dalam pelaksanaan manajemen
berbasis sekolah, dan (5) peran guru dalam pelaksanaan manajemen berbasis sekolah. Data dokumen bersumber
dari tulisan berkaitan dengan pelaksanaan manajemen berbasis sekolah, yaitu (1) karakteristik
manajemen berbasis sekolah, (2) tahap-tahap
pelaksanaan manajemen berbasis sekolah, (3) fungsi-fungsi yang didesentralisasikan ke sekolah, (4) peran kepala
sekolah dalam pelaksanaan manajemen
berbasis sekolah, dan (5) peran guru dalam pelaksanaan manajemen berbasis sekolahformat strategi implementasi dan perangkat pelaksanaan manajemen
berbasis sekolah.
D.
Teknik
Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data
merupakan langkah yang amat penting dalam penelitian, karena data yang
terkumpul akan dijadikan sebagai bahan analisis penelitian. Teknik pengumpulan
data erat kaitannya dengan masalah penelitian yang akan dipecahkan. Dalam
penelitian teknik maupun alat pengumpulan data yang tepat (sesuai) dapat
membantu pencapaian hasil (pemecahan masalah) yang valid dan reliabel. Teknik pengumpulan
data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik observasi, wawancara dan
dokumentasi terhadap subjek penelitian.
Ketiga teknik yang digunakan dalam penelitian ini dijelaskan berikut ini.
1.
Teknik Wawancara
Wawancara
adalah percakapan dengan maksud tertentu (Moleong, 2002:135). Percakapan
dilakukan oleh 2 pihak, yaitu pewawancara yang mengajukan pertanyaan dan yang
diwawancarai yaitu pihak yang memberikan jawaban atas pertanyaan tersebut.
Teknik wawancara dalam penelitian ini ditujukan kepada kepala sekolah dan guru
untuk mengungkap seputar pelaksanaan manajemen berbasis sekolah meliputi
karakteristik manajemen berbasis sekolah, tahap-tahap pelaksanaan manajemen
berbasis sekolah, fungsi-fungsi yang didesentralisasikan ke sekolah, tugas kepala sekolah dan
peran guru dalam pelaksanaan manajemen berbasis sekolah. Teknik ini juga untuk
mengkonfirmasikan tentang data yang diperoleh dari obsevasi.
2. Pengamatan atau observasi nonpartisipan
Penelitian ini menggunaan pengamatan
atau observasi nonpartisipan.
Menurut Hadari Nawawi (1991:100) observasi bisa diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian. Lebih
lanjut dikemukakan, observasi nonpartisipan yaitu observer tidak ikut dalam kehidupan orang yang diobservasi dan secara
terpisah berkedudukan sebagai pengamat. Peneliti
dalam penelitian ini tidak dapat bertindak untuk mengendalikan jalannya situasi
tentang pelaksanaan manajemen berbasis sekolah.
Penggunaan metode ini bertujuan untuk
menggambarkan keadaan, ruang
peralatan, para pelaku dan juga aktivitas sosial yang sedang berlangsung dan yang berhubungan dalam pelaksanaan
manajemen berbasis sekolah yaitu
karakteristik manajemen berbasis sekolah, tahap-tahap pelaksanaan manajemen berbasis sekolah, fungsi-fungsi yang didesentralisasikan ke sekolah, peran kepala
sekolah dalam pelaksanaan manajemen
berbasis sekolah dan peran guru dalam pelaksanaan manajemen berbasis sekolah di SDN 1 talaga
kecamatan bintauna ini yang tidak bisa
terungkap dalam metode wawancara.
3. Teknik dokumentasi
Dokumen adalah setiap bahan tertulis ataupun film lain dari
rekaman yang tidak dipersiapkan karena adanya permintaan dari seorang penyelidik (Moleong,
2002:136). Dalam
penelitian ini teknik dokumentasi berfungsi sebagai pelengkap data yang digunakan untuk memperoleh data berupa dokumen-dokumen berupa
format strategi implementasi dan perangkat
pelaksanaan manajemen berbasis sekolah.
Dalam
pengumpulan data, baik dengan teknik observasi, teknik wawancara, maupun teknik
dokumentasi, peneliti berperan sebagai instrumen kunci dengan dilengkapi kisi
pengembangan instrumen berupa panduan observasi, panduan wawancara dan dan
panduan dokumentasi (semuanya dilampirkan). Berikut disajikan kisi-kisi
pengembangan instrumennya.
Tabel 1. Kisi-kisi Instrumen
Pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah
No.
|
Variabel
|
Indikator
|
1
|
Karakteristik Manajemen Berbasis Sekolah
|
a. Output yang diharapkan
b. Proses
c. Input Pendidikan
|
2
|
Tahap-tahap Pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah
|
a.
Sekolah
melakukan evaluasi
b.
Sekolah
merumuskan visi, misi dan tujuan sekolah
c.
Sekolah
mengidentifikasikan fungsi-fungsi yang diperlukan untuk mencapai sasaran
d.
Sekolah melakukan analisis SWOT
e.
Sekolah
melakukan langkah alternatif pemecahan
masalah
f.
Sekolah
menyusun rencana dan program peningkatan
mutu
g.
Sekolah
melaksanakan perencanaan peningkatan
mutu
h.
Sekolah
melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan
i. Sekolah merumuskan sasarn mutu baru
|
3
|
Fungsi-fungsi yang didesentralisasikan ke sekolah
|
a.
Pengelolaan proses belajar
mengajar
b. Perencanaan dan evaluasi
c. Pengelolaan kurikulum
d. Pengelolaan ketenagaan
e. Pengelolaan fasilitas
f. Pengelolaan keuangan
g. Pelayanan siswa
h.
Hubungan sekolah dan
masyarakat
i. Pengelolaan iklim sekolah
|
4
|
Tugas kepala sekolah dalam pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah
|
a.
Mampu
memberdayakan guru-guru untuk melaksanakan proses pembelaj aran dengan baik, lancar dan produktif
b.
Dapat
menyelesaikan tugas dan pekerjaan sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan
c.
Mampu
menjalin hubungan yang harmonis dengan masyarakat sehingga dapat melibatkan mereka secara aktif dalam rangka mewujudkan tujuan sekolah dan pendidikan
d.
Berhasil menerapkan
prinsip-prinsip kepemimpinan yang sesuai
dengan tingkat kedewasaan guru dan
pegawai sekolah
e.
Mampu bekerja dengan tim manajemen
a) Berhasil mewujudkan tujuan sekolah secara produktif sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan
|
5
|
Peran guru dalam pelaksanaan
Manajemen Berbasis Sekolah
|
a. Guru sebagai demonstrator
b. Guru sebagai pengelola kelas
c. Guru sebagai fasilitator dan administrator
d. Guru sebagai evaluator
|
E.
Teknik
Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian
ini adalah metode nonstatistik yaitu analisis data deskriptif artinya dari data
yang diperoleh melalui penelitian tentang pelaksanaan manajemen berbasis
sekolah dilaporkan apa adanya kemudian dianalisis secara deskriptif untuk
mendapatkan gambaran mengenai fakta yang ada. Hal ini dilakukan karena penelitian
ini tidak mencari hubungan antara dua variabel atau lebih. Menurut Nasution (1996:129)
analisis data yang dianjurkan
ialah mengikuti langkah-langkah yang masih bersifat umum, yaitu (1) reduksi data, (2) penyajian atau display data dan (3) pengambilan kesimpulan. Adapun langkah-langkahnya
adalah sebagai berikut:
1.
Reduksi data
Data
yang diperoleh di lapangan ditulis dalam bentuk uraian atau
laporan yang terinci. Laporan ini akan terus menerus bertambah dan akan
menambah kesulitan bila tidak segera dianalisis sejak mulanya. Laporan itu perlu direduksi, dirangkum, dipilih hal-hal yang pokok, difokuskan pada hal-hal yang penting dan dicari tema atau polanya. Jadi, laporan lapangan sebagai bahan yang disingkatkan, direduksi, dan disusun secara sistematis sehingga lebih mudah dikendalikan. Data yang direduksi memberi gambaran yang lebih tajam tentang hasil pengamatan dan mempermudah peneliti untuk mencari kembali data yang diperoleh bila diperlukan. Reduksi data dapat pula membantu dalam memberikan kode pada aspek-aspek tertentu. Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, penyederhanaan, dan transformasi data kasar yang diperoleh dari catatan lapangan. Reduksi data berlangsung terus-menerus selama proses penelitian berlangsung. Peneliti melaksanakan pemilihan data yang diperoleh dari wawancara, pengamatan dan pengumpulan dokumen-dokumen yang relevan.
laporan yang terinci. Laporan ini akan terus menerus bertambah dan akan
menambah kesulitan bila tidak segera dianalisis sejak mulanya. Laporan itu perlu direduksi, dirangkum, dipilih hal-hal yang pokok, difokuskan pada hal-hal yang penting dan dicari tema atau polanya. Jadi, laporan lapangan sebagai bahan yang disingkatkan, direduksi, dan disusun secara sistematis sehingga lebih mudah dikendalikan. Data yang direduksi memberi gambaran yang lebih tajam tentang hasil pengamatan dan mempermudah peneliti untuk mencari kembali data yang diperoleh bila diperlukan. Reduksi data dapat pula membantu dalam memberikan kode pada aspek-aspek tertentu. Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, penyederhanaan, dan transformasi data kasar yang diperoleh dari catatan lapangan. Reduksi data berlangsung terus-menerus selama proses penelitian berlangsung. Peneliti melaksanakan pemilihan data yang diperoleh dari wawancara, pengamatan dan pengumpulan dokumen-dokumen yang relevan.
2.
Penyajian Data
Penyajian
data merupakan penyusunan sekumpulan informasi dari reduksi data yang kemudian
disajikan dalam laporan yang sistematis dan mudah dipahami.
3.
Pengambilan Kesimpulan
Pada tahap ini
peneliti mengambil kesimpulan terhadap data yang telah direduksi ke dalam
laporan secara sistematis dengan cara membandingkan, menghubungkan, dan memilih
data yang mengarah pada pemecahan masalah serta mampu menjawab permasalahan dan
tujuan yang hendak dicapai.
F.
Pengecekan
Keabsahan Data
Penelitian
ini menggunakan teknik pemeriksaan untuk menetapkan keabsahan data. Menurut Moleong (2002:173) pelaksanaan teknik pemeriksaan keabsahan data didasarkan atas
sejumlah kriteria tertentu. Ada empat
kriteria yang digunakan, yaitu derajat kepercayaan (credibility), keteralihan
(transferability), ketergantungan (dependability), dan kepastian (confirmability).
Teknik pemeriksaan keabsahan data yang dilakukan dalam
penelitian ini adalah dengan triangulasi
yang merupakan bagian dari kriteria derajat kepercayaan.
Triangulasi adalah teknik
pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekkan
atau sebagai pembanding data tersebut. Triangulasi data dilakukan dengan cross
check, yaitu dengan cara data wawancara yang diperoleh
dipadukan dengan data observasi atau data dokumentasi. Dengan membandingkan dan
memadukan hasil dari kedua teknik pengumpulan data tersebut, maka peneliti
yakin dengan kepercayaan data yang dikumpulkan
DAFTAR PUSTAKA
Masaong,
Abdul Kadim.dan Ansar. 2011. Manajemen Berbasis Sekolah. Cetakan III.
Malang: Sentra Media.
Arikunto, Suharsimi. 1998. Prosedur
Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Edisi Revisi IV. Rineke Cipta.
Bogdan,
Robert C. dan Sari Knopp Biklen. 1998. Qualitative
Research for Education. Boston: Allyn and Bacon, Inc.
Candoli. 1995. Site-Based Management
in Education:How to Make It Work in Your School. Lancaster: Technomic
Publishing Co.
Duhou,
Ibtisam Abu. 2002. School-Based Management. Penerjemah Noryamin Aini, dkk. Jakarta: Logos.
Fadjar,
A. Malik. 2002. Kata Pengantar dalam Ibtisam Abu Duhou. 2002. School-Based
Management. Penerjemah Noryamin
Aini, dkk. Jakarta: Logos
Moleong, Lexy J. 2002. Metode
Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Mulyasa,
E. 2002 Manajemen Berbasis Sekolah, Konsep, Strategi, dan Implementasi. Jakarta:
Remaja Rosdakarya.
Nasution, S. 1996. Metodologi Penelitian
Naturalistik Kualitatif. Bandung : Tarsito.
Nawawi, Hadari. 1991. Metode Penelitian Bidang Sosial.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Nurkolis. 2003. Manajemen Berbasis Sekolah: Teori, Model, dan
Aplikasi. Jakarta: Grasindo.
Sahertian, A Piet. (1994). Profil Pendidik Profesional. Bandung :
Remaja Rosdakarya.
Sidi,
Indra Djati. 2001. Menuju Masyarakat Belajar Menggagas Paradigma Baru
Pendidikan). Jakarta: Paramadina.
Soewadji Lazaruih. 1987. Kepala Sekolah Dan
Tanggung jawabny. Salatiga : Kanisius.
Usman,
Moh. Uzer. 1992. Menjadi Guru Profesional. Bandung: Remaja Rosdakarya.