Senin, 07 Januari 2013

Proposal Tesis



Proposal Penelitian Tesis

EVALUASI IMPLEMENTASI MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH
DI SDN 1 TALAGA BOLAANG MANGONDOW UTARA
Oleh:
LUTFI MADAMBA


I.         PENDAHULUAN
A.    Konteks Penelitian

Salah satu aspek yang berfungsi dan berperan dalam menyiapkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas adalah pendidikan. Dengan kata lain, pendidikan memiliki peran strategis untuk menciptakan SDM yang berkualitas. Namun demikian, pendidikan di Indonesia belum sepenuhnya dapat memenuhi harapan masyarakat. Salah satu permasalahannya adalah rendahnya kualitas proses dan hasil pendidikan pada setiap jenjang dan satuan pendidikan yang ada. Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional. Salah satunya adalah dengan penerapan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) yang dalam praktiknya lebih dikenal sebagai Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS). Secara umum, MPMBS diartikan sebagai model manajemen yang memberi otonomi yang lebih besar kepada sekolah dan mendorong pengambilan keputusan partisipatif yang melibatkan secara langsung semua warga sekolah untuk meningkatkan mutu sekolah berdasarkan kebijakan pendidikan nasional (Nurkolis, 2003:9).
Secara konseptual MBS atau MPMBS dipahami sebagai salah satu alternatif pilihan formal untuk mengelola struktur penyelenggaraan pendidikan yang terdesentralisasi dengan menempatkan sekolah sebagai unit utama peningkatan. Konsep ini menempatkan redistribusi kewenangan para pembuat kebijakan sebagai elemen paling mendasar, untuk meningkatkan kualitas hasil pendidikan. Pada sisi ini MBS merupakan cara untuk memotivasi kepala sekolah untuk lebih bertanggung jawab terhadap kualitas peserta didik. Untuk itu sudah seharusnya kepala sekolah mengembangkan program-program kependidikan secara menyeluruh untuk melayani segala kebutuhan peserta didik di sekolah (A. Malik Fadjar, 2002:xv-xvi). Lebih lanjut dikemukakan, semua personel sekolah harus berperan serta merumuskan program yang lebih operasional, karena merekalah pihak yang paling mengetahui akan kebutuhan peserta didiknya.
            Di Indonesia, pendekatan MBS di samping diposisikan sebagai alternatif, juga sebagai kritik atas penyelenggaraan pendidikan yang selama ini tersentralisasi. Pendidikan sentralistis tidak mendidik manejemen sekolah untuk belajar mandiri, baik dalam hal manajemen kepemimpinan maupun dalam pengembangan institusional, pengembangan kurikulum, penyediaan sumber belajar, alokasi sumber daya dan terutama membangun partisipasi masyarakat untuk memiliki sekolah. Peningkatan pengaruh sekolah, perlu dukungan para stakeholder yang meliputi pemerintah daerah, komite sekolah (kepala sekolah, guru, orang tua siswa, dan tokoh masyarakat), serta siswa. Pengambilan putusan bersama di kalangan stakeholder pada level sekolah merupakan kunci utama dalam melaksanakan MBS (A. Malik Fadjar, 2002:xvi).
            Kekuatan manajemen pendidikan diarahkan untuk lebih memberdayakan sekolah sebagai unit pelaksanaan terdepan dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah. Hal ini dimaksudkan agar sekolah lebih mandiri dan bersikap kreatif, dapat mengembangkan iklim kompetitif antarsekolah di wilayahnya, serta bertanggung jawab terhadap stakeholders  pendidikan, khususnya orang tua dan masyarakat yang di era otonomi ini akan menjadi dewan sekolah. Dalam pelaksanaannya, manajemen pendidikan harus lebih terbuka, accountable, mengoptimalkan partisipasi orang tua dan masyarakat, serta dapat mengelola semua sumber daya yang tersedia di sekolah dan lingkungannya untuk digunakan seluas-luasnya bagi peningkatan prestasi siswa dan mutu pendidikan pada umumnya  (Indra Djati Sidi, 2001: 19-20)
                Pelaksanaan MBS secara efektif dan efisien menuntut seorang kepala sekolah yang memiliki pandangan luas tentang sekolah dan pendidikan. Wibawa kepala sekolah harus ditumbuhkembangkan dengan meningkatkan sikap kepedulian, semangat belajar, disiplin kerja, keteladanan dan hubungan manusiawi sebagai modal perwujudan iklim kerja yang kondusif. Kepala sekolah dituntut untuk melakukan fungsinya sebagai manajer sekolah dalam meningkatkan proses belajar mengajar, dengan melakukan supervisi kelas, membina, dan memberikan saran-saran positif kepada guru. Di samping itu, kepala sekolah juga harus melakukan tukar pikiran, sumbang saran, dan studi banding antarsekolah untuk menyerap kiat­-kiat kepemimpinan dari kepala sekolah lain.
Pelaksanaan MBS juga menuntut guru untuk berkreasi dalam meningkatkan manajemen kelas. Guru adalah teladan dan panutan langsung peserta didik di kelas. Oleh karena itu, guru perlu siap dengan segala kewajiban, baik manajemen maupun persiapan isi materi pelajaran. Guru juga harus mengorganisasikan kelasnya dengan baik mulai jadwal pelajaran, pembagian tugas peserta didik, kebersihan dan ketertiban kelas, pengaturan tempat duduk peserta didik dan penempatan media pembelajaran pada tempatnya.
Pada sisi lain, pelaksanaan MBS yang ideal harus sesuai dengan karakteristik MBS dan harus melalui tahap­-tahap pelaksanaan MBS. Perencanaan dan persiapan yang baik dalam pelaksanaan MBS akan membantu keberhasilan program tersebut. Hal itu akan menghasilkan mutu pendidikan yang semakin baik, ada kepedulian warga sekolah dan tanggung jawab sekolah pun akan semakin meningkat.
            Dari beberapa hasil studi MBS Bank Dunia di beberapa negara (dalam Nurkolis, 2003:251-256) diperoleh kesimpulan antara lain: (1) hasil studi di India, Papua Nugini, dan Chicago menunjukkan bahwa MBS dengan partisipasi masyarakatnya meningkatkan kehadiran siswa, dan (2) studi di Nikaragua menunjukkan bahwa telah terjadi peningkatan motivasi guru karena keterlibatannya dalam pengambilan keputusan di MBS. Selain itu, kehadiran guru dan siswa secara reguler meningkatkan perubahan positif terhadap pengalaman belajar para siswa. Menurut Fullan dan Watson seperti dikutip Nurkolis (2003:256), terdapat bukti yang nyata bahwa keterlibatan orang tua dan masyarakat berpengaruh terhadap pembelajaran siswa, namun pada sekolah-sekolah yang belum maju pengaruhnya masih terbatas.
            Sedangkan, hasil studi di Indonesia yang dilaksanakan oleh Subakir dan Sapari (dalam Nurkolis, 2003:248-249) mengenai pelaksanaan MBS di Jawa Timur, ditemukan beberapa sumber daya masyarakat maupun pendidik. Namun demikian, secara umum pelaksanaan uji coba MBS di Jawa Timur berhasil dan sesuai dengan petunjuk yang telah ditetapkan. Manajemen sekolah khususnya manajemen keuangan pada umumnya sudah terbuka dan transparan walaupun partisipasi masyarakat masih beragam. Dalam pembelajaran terjadi perubahan yang cukup mendasar pada teknik dan metode pembelajaran.
            Berangkat dari hasil-hasil penelitian yang cukup beragam tersebut, menimbulkan rasa ingin tahu peneliti tentang bagaimana pelaksanaan MBS di SDN  1 Talaga Kecamatan Bintauna Kabupaten  Boloaang Mongondow Utara. Sebagaimana telah diuraikan bahwa dari beberapa hasil studi mengenai MBS, terlihat pelaksanaan MBS yang masih beragam dan dari hasil observasi sementara peneliti di lapangan, hal tersebut dikarenakan permasalahan yang diidentifikasikan sebagai berikut ada kecenderungan kurangnya pengetahuan kepala sekolah, guru, orang tua murid, dan masyarakat tentang pelaksanaan MBS. Kurangnya pengetahuan tersebut mengakibatkan rendahnya partisipasi warga sekolah dan masyarakat dalam mendorong pelaksanaan MBS dalam praktek pengelolaan pendidikan di sekolah.
Berdasarkan latar belakang masalah yang berkaitan dengan berbagai persoalan yang melingkupi implementasi MBS, maka deskripsi faktual tentang kinerja kolektif penerapan MBS yang memberdayakan kepala sekolah, guru, siswa, pegawai TU, dan komite sekolah di SDN 1 Talaga dalam konteks manajemen pendidikan merupakan fenomena yang sangat urgen untuk diungkap melalui penelitian.


B.     Fokus Penelitian
Penelitian ini difokuskan pada deskripsi pelaksanaan manajemen berbasis sekolah di SDN 1 Talaga dengan subfokus, yaitu (1) karakteristik manajemen berbasis sekolah, (2) tahap­-tahap pelaksanaan manajemen berbasis sekolah, (3) fungsi-fungsi yang didesentralisasikan ke sekolah, (4) peran kepala sekolah dalam pelaksanaan manajemen berbasis sekolah, dan (5) peran guru dalam pelaksanaan manajemen berbasis sekolah.

C.    Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan fokus penelitian sebagaimana dikemukakan di atas, maka pertanyaan penelitiannya ialah:
1.      Bagaimanakah karakteristik manajemen berbasis sekolah yang diterapkan di SDN 1 Talaga kecamatan Bintauna?
2.      Bagaimanakah tahap­-tahap pelaksanaan manajemen berbasis sekolah yang diterapkan di  SDN 1 Talaga kecamatan Bintauna?
3.      Fungsi-fungsi apa sajakah yang didesentralisasikan ke sekolah dalam pelaksanaan manajemen berbasis sekolah yang diterapkan di  SDN 1 Talaga kecamatan Bintauna?
4.      Bagaimanakah peran kepala sekolah dalam pelaksanaan manajemen berbasis sekolah yang diterapkan di  SDN 1 Talaga kecamatan Bintauna?
5.      Bagaimanakah peran guru dalam pelaksanaan manajemen berbasis sekolah yang diterapkan di  SDN 1 Talaga kecamatan Bintauna?

D.    Tujuan Penelitian
Tujuan umum penelitian ini ialah mendeskripsikan dan menjelaskan pelaksanaan manajemen berbasis sekolah di SDN 1 Talaga kecamatan Bintauna. Sedangkan, tujuan khusus penelitian ialah:
1.      Mendeskripsikan dan menjelaskan karakteristik manajemen berbasis sekolah yang diterapkan di SDN 1 Talaga kecamatan Bintauna.
2.      Mendeskripsikan dan menjelaskan tahap­-tahap pelaksanaan manajemen berbasis sekolah yang diterapkan di  SDN 1 Talaga kecamatan Bintauna.
3.      Mendeskripsikan dan menjelaskan fungsi-fungsi yang didesentralisasikan ke sekolah dalam pelaksanaan manajemen berbasis sekolah yang diterapkan di  SDN 1 Talaga kecamatan Bintauna.
4.      Mendeskripsikan dan menjelaskan peran kepala sekolah dalam pelaksanaan manajemen berbasis sekolah yang diterapkan di  SDN 1 Talaga kecamatan Bintauna.
5.      Mendeskripsikan dan menjelaskan peran guru dalam pelaksanaan manajemen berbasis sekolah yang diterapkan di SDN 1 Talaga kecamatan Bintauna?

E.     Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini dapat dilihat dari dua aspek, yaitu teoretis  dan praktis. Secara teoretis, penelitian ini dapat memperkaya teori-teori manajemen pendidikan dalam kaitannya dengan manajemen berbasis sekolah. Melalui penelitian yang dilakukan ini dapat diungkapkan keragaman model implementasi manajemen berbasis sekolah sesuai dengan kultur sosial dan kebutuhan sekolah yang dapat memperkaya keragaman pengimplementasian manajemen berbasis sekolah. Dengan mengkaji pelaksanaan manajemen berbasis sekolah, dapat dipahami secara utuh wujud pelaksanaan manajemen berbasis sekolah khususnya di SDN 1 Talaga.
 Secara praktis, penelitian yang dilakukan ini dapat memberikan manfaat praktis bagi praktik pengelolaan pendidikan di sekolah dengan pendekatan manajemen berbasis sekolah dilihat dari segi (1) perencanaan pendidikan dan (2) proses pendidikan. Dari segi perencanaan pendidikan, hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan masukan bagi kepala sekolah dan guru dalam melakukan suatu perencanaan pendidikan yang tepat dan efektif. Pengimplementasian manajemen berbasis sekolah yang tepat, bergantung pada informasi yang reliabel. Informasi semacam ini salah satunya dapat diperoleh dari hasil penelitian empirik di sekolah. Agar penerapan manajemen berbasis sekolah berjalan dengan baik, diperlukan perencanaan yang sesuai dan efektif. Dari segi proses pendidikan, hasil penelitian ini dapat mengungkapkan jenis kelebihan dan kekurangan implementasi manajemen berbasis sekolah dan pada gilirannya dapat digunakan sebagai bahan rekomendasi menuju pada peningkatan kualitas proses pendidikan.

II.      KAJIAN PUSTAKA
A.    Konsep Manajemen Berbasis Sekolah
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) adalah suatu perubahan formal struktur penyelenggaraan pendidikan, sebagai suatu bentuk desentralisasi yang mengidentifikasikan sekolah itu sendiri sebagai unit utama peningkatan serta bertumpu pada redistribusi kewenangan pembuatan keputusan sebagai sarana penting yang dengannya pendidikan dapat didorong dan ditopang (Malen, dalam Duhou, 2002:16).
Selanjutnya, Candoli (1995:xi) mendefinisikan MBS sebagai suatu cara untuk memaksa sekolah itu sendiri mengambil tanggung jawab atas apa saja yang terjadi pada anak menurut jurisdiksinya dan mengikuti sekolahnya. Konsep ini menegaskan bahwa ketika sekolah itu sendiri dibebani dengan pengembangan total program kependidikan yang bertujuan melayani kebutuhan anak dalam mengikuti sekolah, personil sekolah akan mengembangkan program yang lebih meyakinkan karena mereka mengetahui kebutuhan belajar siswa.
Menurut Mulyasa (2002:11), manajemen berbasis sekolah merupakan suatu konsep yang menawarkan otonomi pada sekolah untuk menentukan kebijakan sekolah dalam rangka meningkatkan mutu, efisiensi dan pemerataan pendidikan agar dapat mengakomodasi keinginan masyarakat setempat serta menjalin kerjasama yang erat antara sekolah, masyarakat, dan pemerintah. Dalam konsep Mulyasa tersebut, terkandung informasi bahwa MBS penekanannya pada pemberian otonomi atau kewenangan yang luas kepada sekolah dalam mengelola pendidikan.  
Pendapat Mulyasa tersebut, sejalan dengan konsep MBS yang dikemukakan dalam buku Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (2002:3). Dalam buku tersebut, dijelaskan bahwa Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS) sebagai bagian dari Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) yaitu model manajemen yang memberikan otonomi lebih besar pada sekolah dan mendorong pengambilan keputusan partisipasif yang melibatkan secara langsung semua warga sekolah (guru, kepala sekolah, karyawan, orang tua siswa dan masyarakat) untuk meningkatkan mutu sekolah berdasarkan kebijakan nasional.
Definisi di atas menegaskan bahwa konsep MBS mengacu pada manajemen sumber daya di tingkat sekolah dan bukan di suatu sistem atau tingkat yang sentralistik. Melalui MBS, sekolah diberi pengawasan lebih besar atas arah yang akan dicapai oleh organisasi sekolah tersebut. Dalam komponen kurikulum, misalnya, sekolah diberikan otonomi atas kurikulum yang dikembangkan. Di sini suatu kurikulum berbasis sekolah berarti bahwa masing-masing sekolah memutuskan bahan-bahan ajar apa akan digunakan, dan juga model pelaksanaan spesifik.
Dengan demikian, MBS merupakan bentuk alternatif sekolah dalam program desentralisasi bidang pendidikan, yang ditandai dengan otonomi luas di tingkat sekolah, partisipasi mayarakat yang tinggi tanpa mengabaikan kebijakan pendidikan nasional. Otonomi diberikan agar sekolah dapat leluasa mengelola sumberdaya sesuai dengan prioritas kebutuhan agar sekolah lebih tanggap terhadap kebutuhan setempat. Dalam hal ini, masyarakat juga dituntut lebih memahami pendidikan, membantu, serta mengontrol pengelolaan pendidikan. Sedangkan, kebijakan nasional yang menjadi prioritas pemerintah harus pula dilakukan oleh sekolah. Dengan demikian, dalam MBS, sekolah dituntut memilki accountability, baik di hadapan masyarakat maupun pemerintah. Manajemen berbasis sekolah bertujuan meningkatkan efisiensi, mutu dan pemerataan pendidikan. Peningkatan efisiensi diperoleh melalui keleluasaan mengelola sumberdaya, partisipasi masyarakat dan penyederhanaan birokrasi.
MBS ditawarkan sebagai salah satu alternatif jawaban pemberian otonomi daerah di bidang pendidikan mengingat prinsip dan kecenderungannya yang mengembalikan pengelolaan manajemen sekolah pada pihak-pihak yang dianggap paling mengetahui kebutuhan riel sekolah. Hal ini ditegaskan dalam UU No. 25 tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (Propenas) 2000-2004 bahwa salah satu program pembinaan pendidikan dasar dan menengah adalah mewujudkan manajemen pendidikan yang berbasis sekolah sekolah/masyarakat dengan memperkenalkan Dewan Pendidikan di tingkat Kabupaten/Kota serta pemberdayaan atau pembentukan Komite Sekolah di tingkat sekolah.
Berdasarkan konsep-konsep MBS sebagaimana dikemukakan di atas, dapat dikemukakan bahwa kebijakan manajemen berbasis sekolah merupakan pelimpahan kewenangan dan tanggung jawab yang meningkat ke sekolah yang dapat memudahkan dan mendorong peningkatan efektivitas dan efisiensi pendidikan publik. Hal ini berarti bahwa tugas manajemen sekolah ditentukan sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan sekolah itu sendiri. Oleh karena itu, anggota pengelola sekolah (pengawas, kepala sekolah, guru, orang tua, siswa dan seterusnya) memiliki otonomi dan tanggung jawab lebih besar dalam mengelola kegiatan pendidikan di sekolah.
Agar terjadi sinkronisasi tujuan pendidikan secara nasional, dalam penerapan MBS ini, ada beberapa faktor yang harus diperhatikan. Mulyasa (2002:27) mengungkapkan bahwa BPPN dan Bank Dunia telah mengkaji beberapa faktor yang perlu diperhatikan berkaitan dengan manajemen berbasis sekolah, yaitu:
1.      Kewajiban Sekolah
Manajemen berbasis sekolah yang menawarkan keleluasaan pengelolan sekolah memiliki potensi yang besar dalam menciptakan kepala sekolah, guru, dan pengelola sistem pendidikan profesional. Oleh kerena itu, pelaksanaannya perlu disertai seperangkat kewajiban, monitoring dan tuntutan pertanggung-jawaban (akuntabel) yang relatif tinggi, untuk menjamin bahwa sekolah selain memiliki otonomi juga mempunyai kewajiban melaksanakan kebijakan pemerintah dan memenuhi harapan masyarakat sekolah.
2.      Kebijakan dan Prioritas Pemerintah
Pemerintah sebagai penanggung jawab pendidikan nasional berhak
merumuskan kebijakan-kebijakan yang menjadi prioritas nasional terutama
yang berkaitan dengan program peningkatan melek huruf dan angka
(literacy and numeracy), efisiensi, mutu dan pemerataan pendidikan. Sekolah tidak diperbolehkan untuk berjalan sendiri dengan mengabaikan kebijakan dan standar yang ditetapkan oleh pemerintah.
3.      Peranan Orangtua dan Masyarakat
Manajemen berbasis sekolah menuntut dukungan tenaga kerja yang terampil dan berkualitas untuk membangkitkan motivasi kerja yang lebih produktif dan memberdayakan otoritas daerah setempat, serta mengefisiensikan sistem dan menghilangkan birokrasi yang tumpang tindih. Untuk kepentingan tersebut diperlukan partisipsai masyarakat dan hal ini merupakan salah satu aspek yang penting. Melalui dewan sekolah (school council), orang tua dan masyarakat dapat berpartisipasi dalam pembuatan berbagai keputusan.
4.      Peranan Profesionalisme dan Manajerial
Manajemen berbasis sekolah menuntut perubahan-perubahan tingkah laku kepala sekolah, guru dan tenaga administrasi dalam mengoperasikan sekolah. Pelaksanaan manajemen berbasis sekolah berpotensi meningkatkan gesekan peranan yang bersifat profesional dan manajerial. Untuk memenuhi persyaratan manajemen berbasis sekolah, kepala sekolah, guru dan tenaga administrasi harus memiliki pengetahuan yang dalam tentang peserta didik dan prinsip-prinsip pendidikan untuk menjamin bahwa segala keputusan penting yang dibuat sekolah didasarkan atas pertimbangan pendidikan.

5.      Pengembangan Profesi
Agar sekolah dapat mengambil manfaat yang ditawarkan manajemen berbasis sekolah, perlu dikembangkan adanya pusat pengembangan profesi, yang berfungsi sebagai penyedia jasa pelatihan bagi tenaga kependidikan untuk manajemen berbasis sekolah.
B.     Karakteristik Manajemen Berbasis Sekolah
Manajemen berbasis sekolah memiliki karakteristik yang perlu dipahami oleh sekolah yang akan menerapkannya. Sekolah yang ingin berhasil dalam menerapkan manajemen berbasis sekolah harus memiliki karakteristik. Dalam buku Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (2002:11) dikemukakan karakteristik manajemen berbasis sekolah:
1.    Output yang Diharapkan
Output adalah kinerja sekolah, yaitu prestasi sekolah yang dihasilkan dari proses sekolah. Kinerja sekolah diukur dari kualitasnya, efektivitasnya, prodiktivitasnya, efisiensinya, inovasinya, kualitas kehidupan kerja dan moral kerjanya.
2.    Proses
a.       Efektifitas Proses Belajar Mengajar yang Tinggi
Sekolah memiliki efektifitas proses belajar mengajar tinggi, hal ini ditunjukkan pada prose belajar mengajar yang menekankan pada pemberdayaan peserta didik.
b.      Kepemimpinan Kepala Sekolah yang Kuat
Kepala sekolah memiliki peran yang kuat dalam mengkoordinasikan, menggerakkan dan menyerasikan semua sumber daya pendidikan yang tersedia.
c.       Lingkungan Sekolah yang Aman dan Tertib
Sekolah memiliki lingkungan yang aman, tertib dan nyaman sehingga proses belajar mengajar dapat berlangsung dengan efektif.
d.      Pengelolaan Tenaga Kependidikan yang Efektif.
Guru merupakan jiwa dari sekolah. Pengelolaan tenaga kependidikan mulai dari analisis kebutuhan, perencanaan, pengembangan, evaluasi kerja, hingga dari imbalan jasa merupakan peran penting bagi kepala sekolah, terlebih pada pengembangan tenaga kependidikan.
e.       Sekolah Memiliki Budaya Mutu
Budaya mutu tertanam di sanubari semua warga sekolah, sehingga setiap perilaku selalu didasari oleh profesionalisme.
f.        Sekolah Memiliki Tteam Work” yang Kompak, Cerdas dan Dinamis
Kebersamaan merupakan karakteristik yang dituntut karena output pendidikan merupakan hasil kolektif warga sekolah.
g.      Sekolah Memiliki Kewenangan/Kemandirian
Sekolah memiliki memiliki kewenangan untuk melakukan yang terbaik bagi sekolahnya, sehingga dituntut untuk memiliki kemandirian dan kesanggupan kerja yang tidak selalu menggantungkan pada atasan. Untuk menjadi mandiri, sekolah harus memiliki sumber daya yang cukup untuk menjalankan tugasnya.
h.      Partisipasi Warga Sekolah dan Masyarakat
Partisipasi warga sekolah dan masyarakat merupakan bagian dari kehidupannya.
i.                  Sekolah Memiliki Keterbukaan (Transparansi) Manajemen
Keterbukaan ini ditunjukkan dalam pengambilan keputusan, penggunaan uang dan sebagainya yang selalu melibatkan pihak­pihak terkait sebagai alat kontrol.
j.        Sekolah Memiliki Kemampuan untuk Berubah
Sekolah setiap melakukan perubahan diharapkan hasilnya lebih baik dari sebelumnya terutama mutu peserta didik.
k.      Sekolah Melakukan Evaluasi dan Perbaikan Secara Berkelanjutan
Fungsi evaluasi menjadi sangat penting dalam rangka meningkatkan mutu peserta didik dan mutu sekolah secara keseluruhan dan secara terus-menerus.
l.        Sekolah Responsif dan Antisipasif Terhadap Kebutuhan
Sekolah selalu membaca lingkungan dan menanggapinya secara cepat dan tepat.
m.    Sekolah Memiliki Komunikasi yang Baik
Sekolah yang efektif memiliki komunikasi yang baik antar warga sekolah dan antar sekolah masyarakat.
n.      Sekolah Memiliki Akuntabilitas
Akuntabilitas adalah bentuk pertanggungjawaban yang harus dilakukan sekolah terhadap keberhasilan program yang telah dilaksanakan.
o.      Sekolah Memiliki Suistainabilitas
Sekolah yang efektif memiliki kemampuan untuk menjaga kelangsungan hidupnya (suistainabilitas) tinggi karena di sekolah terjadi proses akumulasi peningkatan mutu sumber dana, pemilikan aset sekolah yang mampu menggerakkan income generating activities dan dukungan yang tinggi dari masyarakat terhadap eksistensi sekolah.
3. Input Pendidikan
a.  Memiliki Kebijakan Mutu
Sekolah menyatakan dengan jelas tentang keseluruhan maksud dan tujuan sekolah yang berkaitan dengan mutu. Kebijakan mutu tersebut dinyatakan oleh pimpinan sekolah yaitu kepala sekolah. Kebijakan mutu tersebut disosialisasikan kepada semua warga sekolah.
b. Sumber Daya Tersedia Lengkap
Sumber daya yang memadai akan menghasilkan pencapaian sasaran sekolah seperti yang diharapkan.
c.  Staf yang Kompeten dan Berdedikasi Tinggi
Sekolah yang efektif memiliki staf yang mampu dan berdedikasi tinggi terhadap sekolah.
d.  Memiliki Harapan Prestasi yang Tinggi
Sekolah memiliki dorongan dan harapan yang tinggi untuk meningkatkan prestasi peserta didik dan sekolahnya.
e.  Fokus pada Pelanggan
Pelanggan dalam hal ini adalah siswa harus menjadi fokus semua kegiatan sekolah.
4.    Input Manajemen
Kepala sekolah dalam mengatur dan mengurus sekolahnya menggunakan sejumlah input manajemen. Kelengkapan dan kejelasan input manajemen akan membantu kepala sekolah untuk mengelola sekolahnya dengan efektif. Hal ini sejalan dengan konsep yang dikemukakan dalam Buku Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (2002:3) dimana disebutkan bahwa jika sekolah ingin sukses melaksanakan manajemen berbasis sekolah, maka sekolah perlu memiliki karakteristik manajemen berbasis sekolah.
Kesimpulan yang diperoleh dari uraian di atas adalah pendekatan yang digunakan dimulai dari output dan diakhiri dengan input mengingat output memiliki tingkat kepentingan tertinggi, sedangkan proses memiliki tingkat kepentingan satu tingkat lebih rendah dari output, dan input memiliki tingkat kepentingan dua tingkat lebih rendah dari output. Karakteritik manajemen berbasis sekolah bisa diketahui antara lain dari bagaimana sekolah dapat mengoptimalkan kinerja organisasi sekolah, proses kegiatan belajar mengajar, pengelolaan sumber daya manusia dan administrasinya.
C.  Tahap-tahap Pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah
Dalam buku Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (2002:29) tahap-tahap yang harus dilakukan dalam pelaksanaan manajemen berbasis sekolah adalah sebagai berikut:
1.      Melakukan Sosialisasi
Sekolah merupakan sistem yang terdiri dari unsur-unsur, semua unsur sekolah harus memahami konsep manajemen berbasis sekolah. Langkah pertama yang harus dilakukan oleh sekolah adalah mensosialisasikan konsep tersebut kepada setiap unsur sekolah mulai guru, siswa, wakil kepala sekolah, guru BK, karyawan, orangtua siswa, pengawas, pejabat dinas pendidikan kabupaten atau propinsi dan sebagainya. Bentuk sosialisasi melalui berbagai mekanisme, misalnya seminar, diskusi dan sebagainya.
2.      Mengidentifikasi Tantangan Nyata Sekolah
Sekolah melakukan analisi output sekolah yang hasilnya berupa identifikasi tantangan nyata yang dihadapi oleh sekolah.
3.              Merumuskan Visi, Misi, Tujuan dan Sasaran Sekolah (Tujuan Situasional Sekolah)
Sekolah yang melaksanakan manajemen berbasis sekolah harus memiliki rencana pengembangan sekolah yang pada ummnya berupa perumusan visi, misi,tujuan dan strategi pelaksanaannya.
4.      Mengidentifikasi Fungsi-fungsi yang Diperlukan untuk Mencapai Sasaran
Fungsi-fungsi ini antara lain fungsi proses belajar mengajar beserta fungsi­fungsi pendukungnya yaitu fungsi pengembangan kurikulum, fungsi ketenagaan, fungsi keuangan, fungsi layanan kesiswaan, fungsi pengembangan fasilitas, fungsi perencanan dan evaluasi, dan fungsi hubungan sekolah dan masyarakat.
5.              Melakukan Analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, and Threat)
Artinya tingkat kesiapan harus memadai, minimal memenuhi ukuran kesiapan yang diperlukan untuk memenuhi ukuran kesiapan yang dinyatakan sebagai kekuatan (strength), peluang (opportunity), kelemahan (weakness) dan ancaman (threat).
6.      Alternatif Langkah Pemecahan Persoalan.
Memilih langkah pemecahan persoalan yakni tindakan yang diperlukan untuk mengubah fungsi yang tidak siap menjadi fungsi yang siap.
7.      Menyusun Rencana dan Program Peningkatan Mutu.
Sekolah bersama-sama dengan semua unsurnya membuat perencanaan beserta program untuk merealisasikan rencana tersebut.
8.      Melaksanakan Rencana Peningkatan Mutu.
Sekolah bersama warga sekolah hendaknya mengambil langkah proaktif untuk mewujudkan sasaran-sasaran yang telah ditetapkan.
9.      Melakukan Evaluasi Pelaksanaan.
Sekolah perlu mengadakan evaluasi pelaksanaan untuk mengetahui tingkat keberhasilan program.
10.  Merumuskan Sasaran Mutu.
Hasil evaluasi berguna untuk dijadikan sebagai alat bagi perbaikan kinerja program yang akan datang. Hasil evaluasi juga merupakan masukan bagi sekolah dan orang tua peserta didik berguna untuk merumuskan sasaran mutu baru untuk tahun yang akan datang.
Kesimpulan yang dperoleh dari uraian diatas adalah pelaksanaan manajemen berbasis sekolah harus melalui tahap-tahap yang urut dan berkesinambungan. Keberhasilan melalui tahap-tahap ini akan membantu pencapaian keberhasilan program.

C.    Fungsi-fungsi yang Didesentralisasikan ke Sekolah dalam Pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah
Dalam buku Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (2002: 22) diungkapkan bahwa fungsi-fungsi yang dapat digarap oleh sekolah dalam pelaksanan manajemen berbasis sekolah meliputi:
1.      Pengelolaan Proses Belajar Mengajar
Sekolah diberi kewenangan untuk memilih strategi, metode dan teknik-teknik pembelajaran dan pengajaran yang efektif, sesuai dengan karakteristik siswa, guru dan kondisi nyata sumber daya di sekolah.
2.      Perencanaan dan Evaluasi
Sekolah diberi wewenang melakukan perencanaan sesuai dengan kebutuhannya dan juga evaluasi internal tentang evaluasi program yang telah dilaksanakan.
3.      Pengelolaan Kurikulum
Sekolahn dapat mengembangkan kurikulum dalam bentuk memperdalam, memperkaya dan memodifikasi, tetapi tidak boleh mengurangi isi kurikulum yang berlaku secara nasional.
4.      Pengelolaan Ketenagaan
Pengelolaan ketenagaan ini mulai dari perencanaan, rekruitmen hubungan kerja sampai evaluasi kerja kecuali yang menyangkut pengupahan dan rekruitmen guru pegawai negeri.
5.      Pengelolaan Fasilitas
Sekolah yang paling mengetahui kebutuhan fasilitas, baik kecukupan, dan kesesuaian sehingga pengelolaan sekolah dilakukan oleh sekolah sendiri.
6.      Pengelolaan Keuangan
Pengelolaan keuangan dilakukan oleh sekolah, hal ini didasari kenyataan bahwa sekolah harus diberi kebebasan pengalokasian uang.
7.    Pelayanan Siswa
Pelayanan itu mulai dari penerimaan siswa baru, pembinaan, penempatan untuk melanjutkan sekolah sampai pengurusan alumni.
8.      Hubungan Sekolah dan Masyarakat
Bentuknya merupakan peningkatan keterlibatan, kepedulian dan dukungan dari masyarakat terutama dukungan moral dan finansial.
9.      Pengelolaan Iklim Sekolah
Lingkungan sekolah yang kondusif akan memberikan kenyamanan belajar siswa dan sekolah yang mengetahui kondisi tersebut.
Kesimpulan yang dapat diambil dari uraian diatas dapat adalah fungsi­fungsi tersebut dapat diterapkan di sekolah karena sekolah yang lebih mengetahui kondisinya sendiri.

E.     Tugas Kepala Sekolah dalam Pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah
Manajemen berbasis sekolah yang menawarkan keleluasaan
pengelolaan sekolah memiliki potensi yang besar dalam menciptakan kepala sekolah, guru dan pengelola pendidikan yang profesional. Pelaksanaannya juga memerlukan seperangkat kewajiban, disertai dengan monitoring dan tuntutan pertanggung jawaban yang relatif tinggi, untuk menjamin bahwa sekolah selain memiliki otonomi juga memiliki kewajiban melaksanakan kebijakan pemerintah dan memenuhi harapan masyarakat sekolah. Sekolah juga dituntut mampu menampilkan pengelolaan sumber daya secara transparan, demokratis, tanpa monopoli, dan bertanggung jawab baik terhadap masyarakat maupun pemerintah dalam rangka meningkatkan kapasitas pelayanan terhadap peserta didik.
Kepala sekolah merupakan motor penggerak, penentu arah kebijakan sekolah yang akan menentukan bagaimana tujuan-tujuan sekolah dan pendidikan direalisasikan. Kepala sekolah juga dituntut untuk senantiasa meningkatkan efektivitas kinerja. Kinerja kepemimpinan kepala sekolah dalam kaitannya dengan manajemen berbasis sekolah adalah segala upaya yang dilakukan dan hasil yang dicapai oleh kepala sekolah dalam melaksanakan manajemen berbasis sekolah di sekolahnya tersebut. Menurut Mulyasa (2002: 126) kepemimpinan kepala sekolah yang efektif dalam manajemen berbasis sekolah dapat dilihat berdasarkan kriteria berikut:
1.      Mampu memberdayakan guru-guru untuk melaksanakan proses pembelajaran dengan baik, lancar dan produktif.
2.      Dapat menyelesaikan tugas dan pekerjaan sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan.
3.      Mampu menjalin hubungan yang harmonis dengan masyarakat sehingga dapat melibatkan mereka secara aktif dalam rangka mewujudkan tujuan sekolah dan pendidikan.
4.      Berhasil menerapkan prinsip-prinsip kepemimpinan yang sesuai dengan tingkat kedewasaan guru dan pegawai lain di sekolah.
5.      Mampu bekerja dengan tim manajemen.
6.      Berhasil mewujudkan tujuan sekolah secara produktif sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
Menurut Kimball Wiles yang dikutip Soewadji (1987:69-81) menyebutkan ada 5 keterampilan yang harus dimiliki kepala sekolah, yaitu:
1.      Keterampilan dalam kepemimpinan
2.      Keterampilan dalam hubungan manusiawi
3.      Keterampilan dalam proses kelompok
4.      Keterampilan dalam administrasi personalia.
5.      Keterampilan dalam menilai staf.
Kesimpulan yang diperoleh dari uraian diatas adalah kepala sekolah merupakan pemimpin pendidikan yang mempunyai tugas besar dalam mengembangkan mutu pendidikan di sekolah. Berkembangnya semangat kerja, kerjasama yang harmonis, minat terhadap perkembangan pendidikan, suasana kerja yang menyenangkan dan perkembangan mutu yang profesional diantara para guru banyak ditentukan oleh kualitas kepemimpinan kepala sekolah. Sebagai pemimpin pendidikan, kepala sekolah juga harus mampu menolong stafnya untuk memahami tujuan bersama yang akan dicapai. Ia harus memberi kesempatan kepada staf untuk saling bertukar pendapat dan gagasan sebelum menetapkan tujuan. Kepala sekolah juga menjadi pemimpin yang bertugas dan bertanggung jawab dalam proses pembelajaran di sekolah. Ia menjalankan fungsi sebagai administrator, yaitu mengusahakan dan mengembangkan pelbagai fasilitas sehingga situasi belajar mengajar yang baik dapat berlangsung. Kepala sekolah juga dituntut persiapan dan pengalaman pendidikan yang cukup, selain kemampuannya untuk memimpin.

F.     Peran Guru dalam Pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah
Manajemen berbasis sekolah memberi peluang bagi kepala sekolah, guru, dan peserta didik untuk melakukan inovasi dan improvisasi di sekolah, berkaitan dengan masalah kurikulum, pembelajaran, manajerial dan lain sebagainya yang tumbuh dari aktivitas, kreativias, dan profesionalisme yang dimiliki. Pemberian kebebasan yang lebih luas juga memberikan kemungkinan kepada guru untuk dapat menemukan jati dirinya dalam membina peserta didik di lingkungan sekolah.
Proses belajar mengajar merupakan inti dari proses pendidikan secara keseluruhan dengan guru sebagai pemegang peranan utama. Proses belajar mengajar juga merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu.
Menurut Wrightman yang dikutip Uzer Usman (1992:1), peran guru adalah serangkaian tingkah laku yang saling berkaitan yang dilakukan dalam suatu situasi tertentu serta berhubungan dengan kemajuan perubahan tingkah laku dan perkembangan siswa yang menjadi tujuannya.
Menurut Watten yang dikutip Sahertian (1994:14) mengungkapkan bahwa peranan guru antara lain:
1.      Sebagai tokoh terhormat dalam masyarakat sebab ia nampak sebagai seorang yang berwibawa.
2.      Sebagai penilai ia memberi penilaian.
3.      Sebagai seorang sumber yang berperan memberi ilmu pengetahuan.
4.      Sebagai obyek identifikasi.
5.      Sebagai penyangga dari rasa takut dan orang yang menolong memahami diri.
6.      Sebagai pemimpin kelompok.
7.      Sebagai orang tua atau wali.
8.      Sebagai orang yang membina dan memberi layanan.
9.      Sebagai kawan sekerja dan pembawa rasa kasih sayang.
Menurut Uzer Usman (1992:7) peranan guru yang paling dominan adalah sebagai berikut:
1.    Guru sebagai Demonstrator
Guru hendaknya senantiasa menguasai bahan atau materi pelajaran yang akan diajarkannya dan senantiasa mengembangkannya dalam arti meningkatkan kemampuannya dalam hal ilmu yang dimilikinya karena hal ini akan dapat menentukan hasil belajar yang dicapai siswa.
2.    Guru sebagai Pengelola Kelas
Guru hendaknya mampu mengelola kelas, karena kelas merupakan lingkungan belajar dan suatu aspek dari lingkungan sekolah yang perlu diorganisasi. Pengawasan terhadap lingkungan menentukan sejauh mana lingkungan tersebut menjadi lingkungan belajar yang kondusif.
3.    Guru sebagai Mediator dan Fasilitator
Sebagai mediator guru hendaknya memiliki pengetahuan dan pemahaman yang cukup tentang media pendidikan karena media merupakan alat komunikasi guru yang berguna untuk lebih mengefektifkan proses belajar mengajar.
4.    Guru sebagai Evaluator
Penilaian perlu dilakukan karena dengan penilaian guru dapat mengetahui keberhasilan pencapaian tujuan, penguasaan siswa terhadap materi pelajaran, serta ketepatan atau keefektifan metode mengajar.
Kesimpulan yang diperoleh dari uraian diatas adalah guru memiliki peran yang sangat penting dalam menentukan kuantitas dan kualitas pengajaran yang dilaksanakannya. Oleh sebab itu, guru harus memikirkan dan membuat perencanaan secara seksama dalam meningkatkan kesempatan belajar bagi siswanya dan memperbaiki kualitas mengajarnya.

D.    Kajian Hasil Penelitian yang Relevan

            Penelittian tentang penerapan MBS antara lain dilakukan oleh Bank Dunia di beberapa negara (dalam Nurkolis, 2003:251-256). Dalam penelitian Bank Dunia itu,  diperoleh kesimpulan antara lain (1) hasil studi di India, Papua Nugini, dan Chicago menunjukkan bahwa MBS dengan partisipasi masyarakatnya meningkatkan kehadiran siswa, dan (2) studi di Nikaragua menunjukkan bahwa telah terjadi peningkatan motivasi guru karena keterlibatannya dalam pengambilan keputusan di MBS. Selain itu, kehadiran guru dan siswa secara reguler meningkatkan perubahan positif terhadap pengalaman belajar para siswa. Menurut Fullan dan Watson seperti dikutip Nurkolis (2003:256), terdapat bukti yang nyata bahwa keterlibatan orang tua dan masyarakat berpengaruh terhadap pembelajaran siswa, namun pada sekolah-sekolah yang belum maju pengaruhnya masih terbatas.
            Penelitian lainnya ialah yang dilakukan oleh Subakir dan Sapari (dalam Nurkolis, 2003:248-249) mengenai pelaksanaan MBS di Jawa Timur. Temuan penelitian ini ialah secara umum pelaksanaan uji coba MBS di Jawa Timur berhasil dan sesuai dengan petunjuk yang telah ditetapkan. Manajemen sekolah khususnya manajemen keuangan pada umumnya sudah terbuka dan transparan walaupun partisipasi masyarakat masih beragam. Dalam pembelajaran terjadi perubahan yang cukup mendasar pada teknik dan metode pembelajaran.



III.        METODOLOGI PENELITIAN
A.    Latar Penelitian
Setting dan lokasi penelitian ini berada di SDN 1 talaga kecamatan bintauna dan direncanakan dilaksanakan selama tiga bulan. Alasannya, karena SDN 1 talaga kecamatan bintauna merupakan salah satu dari enam belas sekolah dasar uji coba dan rintisan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) atau RBSI di kecamatan Bintauna dan dipersiapkan menjadi sekolah Dasar unggulan.
Lokasi ini penulis pilih sebagai obyek penelitian, karena penulis merasa tertarik dengan masalah penerapan MBS (Manajemen Berbasis sekolah)di Sekolah Dasar Negeri seKecamatan Bintauna sehingga mendorong penulis ingin mengetahui/melihat bagaimana Imlementasi MBS (Manajemen Berbasis sekolah) untuk masa depan Pendidikan yang Lebih efektif., sehingga paling tidak ini merupakan penambahan cakrawala pengetahuan kita dalam dunia Pendidikan.

B.     Pendekatan dan Jenis Penelitian
Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Bogdan dan Biklen (1998) mengungkapkan metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskritif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang­orang dan perilaku yang dapat diamati. Sedangkan, Suharsimi Arikunto (1998:245–247) membedakan penelitian kualitatif berdasarkan sifat dan analisis datanya menjadi dua jenis, yaitu (1) riset deskriptif yang bersifat eksploratif bertujuan untuk menggambarkan keadaan atas suatu fenomena, dan (2) riset deskriptif yang bersifat developmental digunakan untuk menemukan suatu mode atau prototipe.
Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan deskriptif kualitatif yang bersifat eksploratif. Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan data yang dekriptif yang menggambarkan keadaan pelaksanaan manajemen berbasis sekolah di sekolah. SDN 1 talaga kecamatan bintauna.
C.    Jenis dan Sumber Data
Data penelitian terdiri atas tiga jenis, yaitu (a) data transkripsi wawancara, (b) data catatan lapangan, dan (c) data dokumen. Data transkripsi wawancara bersumber dari hasil wawancara dengan informan/subjek penelitian (kepala sekolah dan guru) berkaitan dengan pelaksanaan manajemen berbasis sekolah yang meliputi (1) karakteristik manajemen berbasis sekolah, (2) tahap-tahap pelaksanaan manajemen berbasis sekolah, (3) fungsi-fungsi yang didesentralisasikan ke sekolah, (4) tugas kepala sekolah, dan (5) peran guru dalam pelaksanaan manajemen berbasis sekolah. Data catatan lapangan bersumber dari hasil pengamatan/observasi di lapangan yang menyangkut deskrispi keadaan, ruang peralatan, para pelaku dan juga aktivitas sosial yang sedang berlangsung dan yang berhubungan dalam pelaksanaan manajemen berbasis sekolah, yaitu (1) karakteristik manajemen berbasis sekolah, (2) tahap­-tahap pelaksanaan manajemen berbasis sekolah, (3) fungsi-fungsi yang didesentralisasikan ke sekolah, (4) peran kepala sekolah dalam pelaksanaan manajemen berbasis sekolah, dan (5) peran guru dalam pelaksanaan manajemen berbasis sekolah. Data dokumen bersumber dari tulisan berkaitan dengan pelaksanaan manajemen berbasis sekolah, yaitu (1) karakteristik manajemen berbasis sekolah, (2) tahap­-tahap pelaksanaan manajemen berbasis sekolah, (3) fungsi-fungsi yang didesentralisasikan ke sekolah, (4) peran kepala sekolah dalam pelaksanaan manajemen berbasis sekolah, dan (5) peran guru dalam pelaksanaan manajemen berbasis sekolahformat strategi implementasi dan perangkat pelaksanaan manajemen berbasis sekolah.    

D.    Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang amat penting dalam penelitian, karena data yang terkumpul akan dijadikan sebagai bahan analisis penelitian. Teknik pengumpulan data erat kaitannya dengan masalah penelitian yang akan dipecahkan. Dalam penelitian teknik maupun alat pengumpulan data yang tepat (sesuai) dapat membantu pencapaian hasil (pemecahan masalah) yang valid dan reliabel. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik observasi, wawancara dan dokumentasi terhadap subjek penelitian. Ketiga teknik yang digunakan dalam penelitian ini dijelaskan berikut ini.
1.    Teknik Wawancara
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu (Moleong, 2002:135). Percakapan dilakukan oleh 2 pihak, yaitu pewawancara yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai yaitu pihak yang memberikan jawaban atas pertanyaan tersebut. Teknik wawancara dalam penelitian ini ditujukan kepada kepala sekolah dan guru untuk mengungkap seputar pelaksanaan manajemen berbasis sekolah meliputi karakteristik manajemen berbasis sekolah, tahap-tahap pelaksanaan manajemen berbasis sekolah, fungsi-fungsi yang didesentralisasikan ke sekolah, tugas kepala sekolah dan peran guru dalam pelaksanaan manajemen berbasis sekolah. Teknik ini juga untuk mengkonfirmasikan tentang data yang diperoleh dari obsevasi.

2.     Pengamatan atau observasi nonpartisipan
Penelitian ini menggunaan pengamatan atau observasi nonpartisipan. Menurut Hadari Nawawi (1991:100) observasi bisa diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian. Lebih lanjut dikemukakan, observasi nonpartisipan yaitu observer tidak ikut dalam kehidupan orang yang diobservasi dan secara terpisah berkedudukan sebagai pengamat. Peneliti dalam penelitian ini tidak dapat bertindak untuk mengendalikan jalannya situasi tentang pelaksanaan manajemen berbasis sekolah.
Penggunaan metode ini bertujuan untuk menggambarkan keadaan, ruang peralatan, para pelaku dan juga aktivitas sosial yang sedang berlangsung dan yang berhubungan dalam pelaksanaan manajemen berbasis sekolah yaitu karakteristik manajemen berbasis sekolah, tahap­-tahap pelaksanaan manajemen berbasis sekolah, fungsi-fungsi yang didesentralisasikan ke sekolah, peran kepala sekolah dalam pelaksanaan manajemen berbasis sekolah dan peran guru dalam pelaksanaan manajemen berbasis sekolah di SDN 1 talaga kecamatan bintauna ini yang tidak bisa terungkap dalam metode wawancara.
3. Teknik dokumentasi
Dokumen adalah setiap bahan tertulis ataupun film lain dari rekaman yang tidak dipersiapkan karena adanya permintaan dari seorang penyelidik (Moleong, 2002:136). Dalam penelitian ini teknik dokumentasi berfungsi sebagai pelengkap data yang digunakan untuk memperoleh data berupa dokumen-dokumen berupa format strategi implementasi dan perangkat pelaksanaan manajemen berbasis sekolah.
Dalam pengumpulan data, baik dengan teknik observasi, teknik wawancara, maupun teknik dokumentasi, peneliti berperan sebagai instrumen kunci dengan dilengkapi kisi pengembangan instrumen berupa panduan observasi, panduan wawancara dan dan panduan dokumentasi (semuanya dilampirkan). Berikut disajikan kisi-kisi pengembangan instrumennya.  



Tabel 1. Kisi-kisi Instrumen Pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah
No.
Variabel
Indikator
1
Karakteristik Manajemen Berbasis Sekolah
a.      Output yang diharapkan
b.      Proses
c.      Input Pendidikan
2
Tahap-tahap Pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah
a.     Sekolah melakukan evaluasi
b.     Sekolah merumuskan visi, misi dan tujuan sekolah
c.     Sekolah mengidentifikasikan fungsi-fungsi yang diperlukan untuk mencapai sasaran
d.     Sekolah melakukan analisis SWOT
e.     Sekolah melakukan langkah alternatif pemecahan masalah
f.      Sekolah menyusun rencana dan program peningkatan mutu
g.     Sekolah melaksanakan perencanaan peningkatan mutu
h.     Sekolah melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan
i. Sekolah merumuskan sasarn mutu baru
3
Fungsi-fungsi yang didesentralisasikan ke sekolah
a.    Pengelolaan proses belajar mengajar
b.    Perencanaan dan evaluasi
c.    Pengelolaan kurikulum
d.   Pengelolaan ketenagaan
e.    Pengelolaan fasilitas
f.     Pengelolaan keuangan
g.    Pelayanan siswa
h.    Hubungan sekolah dan masyarakat
i.      Pengelolaan iklim sekolah
4
Tugas kepala sekolah dalam pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah
a.     Mampu memberdayakan guru-guru untuk melaksanakan proses pembelaj aran dengan baik, lancar dan produktif
b.    Dapat menyelesaikan tugas dan pekerjaan sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan
c.     Mampu menjalin hubungan yang harmonis dengan masyarakat sehingga dapat melibatkan mereka secara aktif dalam rangka mewujudkan tujuan sekolah dan pendidikan
d.    Berhasil menerapkan prinsip-prinsip kepemimpinan yang sesuai dengan tingkat kedewasaan guru dan pegawai sekolah
e.     Mampu bekerja dengan tim manajemen
a)       Berhasil mewujudkan tujuan sekolah secara produktif sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan
5
Peran guru dalam pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah
a.      Guru sebagai demonstrator
b.     Guru sebagai pengelola kelas
c.      Guru sebagai fasilitator dan administrator
d.     Guru sebagai evaluator


E.     Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode nonstatistik yaitu analisis data deskriptif artinya dari data yang diperoleh melalui penelitian tentang pelaksanaan manajemen berbasis sekolah dilaporkan apa adanya kemudian dianalisis secara deskriptif untuk mendapatkan gambaran mengenai fakta yang ada. Hal ini dilakukan karena penelitian ini tidak mencari hubungan antara dua variabel atau lebih. Menurut Nasution (1996:129) analisis data yang dianjurkan ialah mengikuti langkah-langkah yang masih bersifat umum, yaitu (1) reduksi data, (2) penyajian atau display data dan (3) pengambilan kesimpulan. Adapun langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:
1.      Reduksi data
Data yang diperoleh di lapangan ditulis dalam bentuk uraian atau
laporan yang terinci. Laporan ini akan terus menerus bertambah dan akan
menambah kesulitan bila tidak segera dianalisis sejak mulanya. Laporan itu perlu direduksi, dirangkum, dipilih hal-hal yang pokok, difokuskan pada hal-hal yang penting dan dicari tema atau polanya. Jadi, laporan lapangan sebagai bahan yang disingkatkan, direduksi, dan disusun secara sistematis sehingga lebih mudah dikendalikan. Data yang direduksi memberi gambaran yang lebih tajam tentang hasil pengamatan dan mempermudah peneliti untuk mencari kembali data yang diperoleh bila diperlukan. Reduksi data dapat pula membantu dalam memberikan kode pada aspek-aspek tertentu. Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, penyederhanaan, dan transformasi data kasar yang diperoleh dari catatan lapangan. Reduksi data berlangsung terus-menerus selama proses penelitian berlangsung. Peneliti melaksanakan pemilihan data yang diperoleh dari wawancara, pengamatan dan pengumpulan dokumen-­dokumen yang relevan.

2.      Penyajian Data
Penyajian data merupakan penyusunan sekumpulan informasi dari reduksi data yang kemudian disajikan dalam laporan yang sistematis dan mudah dipahami.


3.      Pengambilan Kesimpulan
Pada tahap ini peneliti mengambil kesimpulan terhadap data yang telah direduksi ke dalam laporan secara sistematis dengan cara membandingkan, menghubungkan, dan memilih data yang mengarah pada pemecahan masalah serta mampu menjawab permasalahan dan tujuan yang hendak dicapai.

F.     Pengecekan Keabsahan Data
Penelitian ini menggunakan teknik pemeriksaan untuk menetapkan keabsahan data. Menurut Moleong (2002:173) pelaksanaan teknik pemeriksaan keabsahan data didasarkan atas sejumlah kriteria tertentu. Ada empat kriteria yang digunakan, yaitu derajat kepercayaan (credibility), keteralihan (transferability), ketergantungan (dependability), dan kepastian (confirmability).
Teknik pemeriksaan keabsahan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan triangulasi yang merupakan bagian dari kriteria derajat kepercayaan. Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekkan atau sebagai pembanding data tersebut. Triangulasi data dilakukan dengan cross check, yaitu dengan cara data wawancara yang diperoleh dipadukan dengan data observasi atau data dokumentasi. Dengan membandingkan dan memadukan hasil dari kedua teknik pengumpulan data tersebut, maka peneliti yakin dengan kepercayaan data yang dikumpulkan

DAFTAR PUSTAKA

Masaong, Abdul Kadim.dan Ansar.  2011. Manajemen Berbasis Sekolah. Cetakan III. Malang: Sentra Media.
Arikunto, Suharsimi. 1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Edisi Revisi IV. Rineke Cipta.

Bogdan, Robert C. dan Sari Knopp Biklen. 1998. Qualitative Research for Education. Boston: Allyn and Bacon, Inc.

Candoli. 1995. Site-Based Management in Education:How to Make It Work in Your School. Lancaster: Technomic Publishing Co.

Duhou, Ibtisam Abu. 2002. School-Based Management. Penerjemah  Noryamin Aini, dkk. Jakarta: Logos.

Fadjar, A. Malik. 2002. Kata Pengantar dalam Ibtisam Abu Duhou. 2002. School-Based Management. Penerjemah  Noryamin Aini, dkk.  Jakarta: Logos

Moleong, Lexy J.  2002. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Mulyasa, E. 2002 Manajemen Berbasis Sekolah, Konsep, Strategi, dan Implementasi. Jakarta: Remaja Rosdakarya.

Nasution, S. 1996. Metodologi Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung : Tarsito.

Nawawi, Hadari. 1991. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Nurkolis. 2003. Manajemen Berbasis Sekolah: Teori, Model, dan Aplikasi.  Jakarta: Grasindo.

Sahertian, A Piet. (1994). Profil Pendidik Profesional. Bandung : Remaja Rosdakarya.

Sidi, Indra Djati. 2001. Menuju Masyarakat Belajar Menggagas Paradigma Baru Pendidikan).  Jakarta: Paramadina.

Soewadji Lazaruih. 1987. Kepala Sekolah Dan Tanggung jawabny. Salatiga : Kanisius.

Usman, Moh. Uzer. 1992. Menjadi Guru Profesional. Bandung: Remaja Rosdakarya.